CERITAHOT | Kisah ini bisa dibilang kebetulan, temanku punya istri yang
sangat cantik dan seksi. Badannya semok dan payudaranya besar sekali.
Di keluargaku memang
diajarkan hidup sederhana, karena aku mempunyai saudara 4 &
kesemuanya wanita dan aku memiliki sebuah cerita aku terinpirasi dari
majalah porno yang ada di internet, suatu ketika aku sudah dijodohkan dengan
orangtuaku dan menikah aku hidup secara mandiri. Jujur aku juga belum
merasakan apa itu pacaran, maka dari ini aku berusaha untuk mendalamai
rasa cintaku terhadap istriku.
Kami coba mengadu nasib di kota
dengan mengontrak rumah yang sangat sederhana. Beberapa bidang
usaha saya coba tekuni agar dapat menanggulangi keperluan hidup kami
sehari-hari, namun hingga kami mempunyai 3 orang anak, nasib kami tetap
belum banyak berubah.
Kami masih hidup pas-pasan & bahkan harapanku semula untuk
mempertebal kecintaanku terhadap istriku malah justru semakin merosot
saja. Untung saja, saya orangnya pemalu & sedikit mampu bersabar
serta terbiasa dalam penderitaan, sehingga perasaanku itu tidak pernah
diketahui oleh siapapun termasuk kedua orangtua & saudara-saudaraku.
Entah
pengaruh setan dari mana, suatu waktu tepatnya Bulan Oktober aku
sempatkan diri berkunjung ke rumah teman lamaku sewaktu kami sama-sama
di SMA dulu. Sebut saja namanya Andik.
Dia baru saja pulang dari
Kalimantan bersama dgn istrinya, yg belakangan saya ketahui kalau
istrinya itu adalah anak majikannya sewaktu dia bekerja di salah satu
perusahaan swasta di sana. Mereka juga melangsungkan perkawinan bukan
atas dasar saling mencintai, melainkan atas dasar jasa & balas budi.
Sekitar
pukul 16.00 sore, saya sudah tiba di rumah Andik dgn naik ojek yg
jaraknya sekitar 1 km dari rumah kontrakan kami. Merekapun masih tinggal
di rumah kontrakan, namun agak besar dibanding rumah yg kami kontrak.
Maklum
mereka sedikit membawa modal dgn harapan membuka usaha baru di kota
Kabupaten kami. Setelah mengamati tanda-tanda yg telah diberitahukan
Andik ketika kami ketemu di pasar sentral kota kami, saya yakin tidak
salah lagi, lalu saya masuk mendekati pintu rumah itu, ternyata dalam
keadaan tertutup.
“Dok.. Dok.. Dok.. Permisi ada orang di rumah”
kalimat penghormatan yg saya ucapkan selama 3 kali berturut-turut sambil
mengetuk-ngetuk pintunya, namun tetap tidak ada jawaban dari dalam.
Saya lalu mencoba mendorong dari luar, ternyata pintunya terkunci dari
dalam, sehingga saya yakin pasti ada orang di dalam rumah itu.
Hanya
saja saya masih ragu apakah rumah yg saya ketuk pintunya itu betul
adalah rumah Andik atau bukan. Saya tetap berusaha untuk memastikannya.
Setelah duduk sejenak di atas kursi yg ada di depan pintu, saya coba
lagi ketuk-ketuk pintunya, namun tetap tidak ada tanda-tanda jawaban
dari dalam.
Akhirnya saya putuskan untuk mencoba mengintip dari
samping rumah. Melalui sela-sela jendela di samping rumahnya itu, saya
sekilas melihat ada kilatan cahaya dalam ruangan tamu, tapi saya belum
mengetahui dari mana sumber kilatan cahaya itu.
Saya lalu
bergeser ke jendela yg satunya & ternyata saya sempat menyaksikan
sepotong tubuh tergeletak tanpa busana dari sebatas pinggul sampai ujung
kaki. Entah potongan tubuh laki-laki atau wanita, tapi tampak putih
mulus seperti kulit wanita.
Dalam keadaan biji mataku tetap
kujepitkan pada sela jendela itu untuk melihat lebih jelas lagi keadaan
dalam rumah itu, dibenak saya muncul tanda tanya apa itu tubuh istrinya
Andik atau Andik sendiri atau orang lain.
Apa orang itu tertidur
pula sehingga tersingkap busananya atau memang sengaja telanjang bulat.
Apa ia sedang menyaksikan acara TV atau sedang memutar VCD porno,
sebab sedikit terdengar ada suara TV seolah film yg diputar.
Pertanyaan-pertanyaan
itulah yg selalu mengganggu pikiranku sampai akhirnya aku kembali ke
depan pintu semula & mencoba mengetuknya kembali. Namun baru saja
sekali saya ketuk, pintunya tiba-tiba terbuka lebar, sehingga aku
sedikit kaget & lebih kaget lagi setelah menyaksikan bahwa yg
berdiri di depan pintu adalah seorang wanita muda & cantik dgn
pakaian sedikit terbuka karena tubuhnya hanya ditutupi kain sarung.
Itupun hanya bagian bawahnya saja.
“Selamat siang,” kembali saya ulangi kalimat penghormatan itu.
“Ya, siang,” jawabnya sambil menatap wajah saya seolah malu, takut & kaget.
“Dari mana Pak & cari siapa,” tanya wanita itu.
“Maaf dik, numpang tanya, apa betul ini rumah Andik,” tanya saya.
“Betul sekali pak, dari mana yah?” tanya wanita itu lemah lembut.
“Saya
tinggal tidak jauh dari sini dik, saya ingin ketemu Andik. Beliau
adalah teman lama saya sewaktu kami sama-sama duduk di SMA dulu,” lanjut
saya sambil menyodorkan tangan saya untuk menyalaminya. Wanita itu
mebalasnya & tangannya terasa lembut sekali namun sedikit hangat.
“Oh,
yah, syukur kalau begitu. Ternyata ia punya teman lama di sini & ia
tak pernah ceritakan padaku,” ucapannya sambil mempersilahkanku masuk.
Sayapun langsung duduk di atas kursi plastik yg ada di ruang tamunya
sambil memperhatikan keadaan dalam rumah itu, termasuk letak tempat
tidur & TVnya guna mencocokkan dugaanku sewaktu mengintip tadi
Setelah
saya duduk, saya berniat menanyakan hubungannya dgn Andik, tapi ia
nampak buru-buru masuk ke dalam, entah ia mau berpakaian atau mengambil
suatu hi&gan.
Hanya berselang beberapa saat, wanita itu sudah
keluar kembali dalam keadaan berpakaian setelah tadinya tidak memakai
baju, bahkan ia membawa secangkir kopi & kue lalu diletakkan di atas
meja lalu mempersilahkanku mencicipinya sambil tersenyum.
“Maaf
dik, kalau boleh saya tanya, apa adik ini saudara dgn Andik?” tanyaku
penuh kekhawatiran kalau-kalau ia tersinggung, meskipun saya sejak tadi
menduga kalau wanita itu adalah istri Andik.
“Saya kebetulan
istrinya pak. Sejak 3 tahun lalu saya melangsungkan pernikahan di
Kalimantan, namun Tuhan belum mengaruniai seorang anak,” jawabnya dgn
jujur, bahkan sempat ia cerita panjang lebar mengenai latar belakang
perkawinannya, asal usulnya & tujuannya ke Kota ini.
Setelah
saya menyimak ulasannya mengenai dirinya & kehidupannya bersama
Andik, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa wanita itu adalah suku di
Kalimantan yg asal usul keturunannya juga berasal dari suku di Sulawesi.
Ia
kawin dgn Andik atas dasar jasa-jasa & budi baik mereka tanpa
didasari rasa cinta & kasih sayg yg mendalam, seperti halnya yg
menimpa keluarga saya. Ia tetap berusaha & berjuang untuk menggali
nilai-nilai cinta yg ada pada mereka berdua siapa tahu kelak bisa
dibangun.
Anehnya, meskipun kami baru ketemu, namun ia seolah
ingin membeberkan segala keadaan hidup yg dialaminya bersama suami
selama ini, bahkan terkesan kami akrab sekali, saling menukar pengalaman
rahasia rumah tangga tanpa ada yg kami tutup-tupi.
Lebih heran
lagi, selaku orang pendiam & kurang pergaulan, saya justru seolah
menemukan diriku yg sebenarnya di rumah itu. Karena senang, bahagia
& asyiknya perbincangan kami berdua, sampai-sampai saya hampir lupa
menanyakan ke mana suaminya saat ini. Setelah kami saling memahami
kepribadian, maka akhirnya sayapun menanyakan Andik (suaminya itu).
“Oh
yah, hampir lupa, ke mana Andik sekarang ini, kok dari tadi tidak
kelihatan?” tanyaku sambil menyelidiki semua sudut rumah itu.
“Kebetulan
ia pulang kampung untuk mengambil beras dari hasil panen orangtuanya
tadi pagi, tapi katanya ia tidak bermalam kok, mungkin sebentar lagi ia
datang. Tunggu saja sebentar,” jawabnya seolah tidak menghendaki saya
pulang dgn cepat hanya karena Andik tidak di rumah.
“Kalau ke kampung biasanya jam berapa tiba di sini,” tanyaku lebih lanjut.
“Sekitar
jam 8.00 atau 9.00 malam,” jawabnya sambil menoleh ke jam dinding yg
tergantung dalam ruangan itu. Padahal saat ini tanpa terasa jarum jam
sudah menunjukkan pukul 7.00 malam.
Tak lama setelah itu, ia
nampaknya buru-buru masuk ke ruang dapur, mungkin ia mau menyiapkan
makan malam, tapi saya teriak dari luar kalau saya baru saja makan di
rumah & melarangnya ia repot-repot menyiapkan makan malam.
Tapi
ia tetap menyalakan kompornya lalu memasak seolah tak menginginkan aku
kembali dgn cepat. Tak lama sesudah itu, iapun kembali duduk di depan
saya melanjutkan perbincangannya. Sayapun tak kehabisan bahan untuk
menemaninya. Mulai dari soal-soal pengalaman kami di kampung sewaktu
kecil hingga soal rumah tangga kami masing-masing.
Karena
nampaknya kami saling terbuka, maka sayapun berani menanyakan tentang
apa yg dikerjakannya tadi, sampai lama sekali baru dibukakan pintu tanpa
saya beritahu kalau saya mengintipnya tadi dari selah jendela. Kadang
ia menatapku lalu tersenyum seolah ada sesuatu berita gembira yg ingin
disampaikan padaku.
“Jadi bapak ini lama mengetuk pintu & menunggu di luar tadi?” tanyanya sambil tertawa.
“Sekitar
30 menit barangkali, bahkan hampir saya pulang, tapi untung saya coba
kembali mengetuk pintunya dgn keras,” jawabku terus terang.
“Ha.. Ha.. Ha.. Saya ketiduran sewaktu nonton acara TV tadi,” katanya dgn jujur sambil tertawa terbahak-bahak.
“Tapi
bapak tidak sampai mengintip di samping rumah kan? Maklum kalau saya
tertidur biasanya terbuka pakaianku tanpa terasa,” tanyanya seolah
mencurigaiku tadi. Dalam hati saya jangan-jangan ia sempat melihat &
merasa diintip tadi, tapi saya tidak boleh bertingkah yg mencurigakan.
“Ti..
Ti.. Dak mungkin saya lakukan itu dik, tapi emangnya kalau saya ngintip
kenapa?” kataku terbata-bata, maklum saya tidak biasa bohong.
“Tidak
masalah, cuma itu tadi, saya kalau tidur jarang pakai busana, terasa
panas. Tapi perasaan saya mengatakan kalau ada orang tadi yg mengintipku
lewat jendela sewaktu aku tidur. Makanya saya terbangun bersamaan dgn
ketukan pintu bapak tadi,” ulasnya curiga namun tetap ia ketawa-ketawa
sambil memanggilku.
“M.. Mmaaf dik, sejujurnya saya sempat
mengintip lewat sela jendela tadi berhubung saya terlalu lama mengetuk
pintu tapi tidak ada jawaban. Jadi saya mengintip hanya untuk memastikan
apa ada atau tidak ada orang di dalam tadi. Saya tidak punya maksud
apa-apa,” kataku dgn jujur, siapa tahu ia betul melihatku tadi, aku bisa
dikatakan pembohong.
“Jadi apa yg bapak lihat tadi sewaktu
mengintip ke dalam? Apa bapak sempat melihatku di atas tempat tidur dgn
telanjang bulat?” tanyanya penuh selidik, meskipun ia masih tetap
senyum-senyum.
“Saya tidak sempat melihat apa-apa di dalam
kecuali hanya kilatan cahaya TV & sepotong kaki,” tegasku sekali
lagi dgn terus terang.
“Tidak apa-apa, saya percaya ucapan bapak
saja. Lagi pula sekiranya bapak melihatku dalam keadaan tanpa busana,
bapak pasti tidak heran, & bukan soal baru bagi bapak, karena apa yg
ada dalam tubuh saya tentu sama dgn milik istri bapak, yah khan?”
ulasnya penuh canda. Lalu ia berlari kecil masuk ke ruang dapur untuk
memastikan apa nasi yg dimasaknya sudah matang atau belum.
Waktu
di jam dinding menunjukkan sudah pukul 8.00, namun Andik belum juga
datang. Dalam hati kecilku, Jangan-jangan Andik mau bermalam di
kampungnya, aku tidak mungkin bermalam berdua dgn istrinya di rumah ini.
Saya lalu teriak minta pamit saja dgn alasan nanti besok saja
ketemunya, tapi istri Andik berteriak melarangku & katanya,
“Tunggu
dulu pak, nasi yg saya masak buat bapak sudah matang. Kita makan
bersama saja dulu, siapa tahu setelah makan Andik datang, khan belum
juga larut malam, apalagi kita baru saja ketemu,” katanya penuh harap
agar aku tetap menunggu & mau makan malam bersama di rumahnya.
Tak
lama kemudian, iapun keluar memanggilku masuk ke ruang dapur untuk
menikmati hi&gan malamnya. Sambil makan, kamipun terlibat
pembicaraan yg santai & penuh canda, sehingga tanpa terasa saya
sempat menghabiskan dua piring nasi tanpa saya ingat lagi kalau tadi
saya bilang sudah kenyang baru saja makan di rumah. Malu sendiri
rasanya.
“Bapak ini nampaknya masih muda. Mungkin tidak tepat
jika aku panggil bapak khan? Sebaiknya aku panggil kak, abang atau Mas
saja,” ucapnya secara tiba-tiba ketika aku meneguk air minum, sehingga
aku tidak sempat menghabiskan satu gelas karena terasa kenyg sekali.
Apalagi
saya mulai terayu atau tersanjung oleh seorang wanita muda yg baru saja
kulihat sepotong tubuhnya yg mulus & putih? Tidak, saya tidak boleh
berpikir ke sana, apalagi wanita ini adalah istri teman lamaku, bahkan
rasanya aku belum pernah berpikir macam-macam terhadap wanita lain
sebelum ini. Aku kendalikan cepat pikiranku yg mulai miring. Siapa tahu
ada setan yg memanfaatkannya
“Bolehlah, apa saja panggilannya
terhadapku saya terima semua, asalkan tidak mengejekku. Hitung-hitung
sebagai panggilan adik sendiri,” jawabku memberikan kebebasan.
“Terima kasih Kak atau Mas atas kesediaan & keterbukaannya” balasnya.
Setelah
selesai makan, aku lalu berjalan keluar sambil memandangi sudut-sudut
ruangannya & aku sempat mengalihkan perhatianku ke dalam kamar
tidurnya di mana aku melihat tubuh terbaring tanpa busana tadi.
Ternyata
betul, wanita itulah tadi yg berbaring di atas tempat tidur itu, yg di
depannya ada sebuah TV color kira-kira 21 inc. Jantungku tiba-tiba
berdebar ketika aku melihat sebuah celana color tergeletak di sudut
tempat tidur itu, sehingga aku sejenak membaygkan kalau wanita yg baru
saja saya temani bicara & makan bersama itu kemungkinan besar tidak
pakai celana, apalagi yg saya lihat tadi mulai dari pinggul hingga ujung
kaki tanpa busana. Namun pikiran itu saya coba buang jauh-jauh biar
tidak mengganggu konsentrasiku.
Setelah aku duduk kembali di
kursi tamu semula, tiba-tiba aku mendengar suara TV dari dalam, apalagi
acaranya kedengaran sekali kalau itu yg main adalah film Angling Dharma
yaitu film kegemaranku. Aku tidak berani masuk nonton di kamar itu tanpa
dipanggil, meskipun aku ingin sekali nonton film itu. Bersamaan dgn
puncak keinginanku, tiba-tiba,
“Kak, suka nggak nonton filmnya Angling Dharma?” teriaknya dari dalam kamar tidurnya.
“Wah, itu film kesukaanku, tapi saygnya TV-nya dalam kamar,” jawabku dgn cepat & suara agak lantang.
“Masuk
saja di sini kak, tidak apa-apa kok, lagi pula kita ini khan sudah
seperti saudara & sudah saling terbuka” katanya penuh harap.
Lalu
saya bangkit & masuk ke dalam kamar. Iapun persilahkan aku duduk di
pinggir tempat tidur berdampingan dgnnya. Aku agak malu & takut
rasanya, tapi juga mau sekali nonton film itu.
Awalnya kami
biasa-biasa saja, hening & serius nontonnya, tapi baru sekitar
setengah jam acara itu berjalan, tiba-tiba ia menawarkan untuk nonton
film dari VCD yg katanya lebih bagus & lebih seru dari pada filmnya
Angling Dharma, sehingga aku tidak menolaknya & ingin juga
menyaksikannya. Aku cemas & khawatir kalau-kalau VCD yg ditawarkan
itu bukan kesukaanku atau bukan yg kuharapkan.
Setelah ia
masukkan kasetnya, iapun mundur & kembali duduk tidak jauh dari
tempat dudukku bahkan terkesan sedikit lebih rapat daripada sebelumnya.
Gambarpun muncul & terjadi perbincangan yg serius antara seorang
pria & seorang wanita Barat, sehingga aku tidak tahu maksud
pembicaraan dalam film itu.
Baru saja aku bermaksud meminta
mengganti filmnya dgn film Angling Dharma tadi, tiba-tiba kedua insan
dalam layar itu berpelukan & berciuman, saling mengisap lidah,
bercumbu rayu, menjilat mulai dari atas ke bawah, bahkan secara
perlahan-lahan saling menelanjangi & meraba, sampai akhirnya saya
menatapnya dgn tajam sekali secara bergantian menjilati kemaluannya, yg
membuat jantungku berdebar, tongkatku mulai tegang & membesar,
sekujur tubuhku gemetar & berkeringat, lalu sedikit demi sedikit aku
menoleh ke arah wanita disampingku yakni istri teman lamaku.
Secara
bersamaan iapun sempat menoleh ke arahku sambil tersenyum lalu
mengalihkan pan&gannya ke layar. Tentu aku tidak mampu lagi
membendung birahiku sebagai pria normal, namun aku tetap takut &
malu mengutarakan isi hatiku.
“Mas, pak, suka nggak filmnya?
Kalau nggak suka, biar kumatikan saja,” tanyanya seolah memancingku
ketika aku asyik menikmatinya.
“Iiyah, bolehlah, suka juga, kalau adik, memang sering nonton film gituan yah?” jawabku sedikit malu tapi mau & suka sekali.
“Saya
dari dulu sejak awal perkawinan kami, memang selalu putar film seperti
itu, karena kami sama-sama menyukainya, lagi pula bisa menambah gairah
sex kami dikala sulit memunculkannya, bahkan dapat menambah pengalaman
berhubungan, syukur-syukur jika sebagian bisa dipraktekkan.
“Sungguh
kami ketinggalan. Saya kurang pengalaman dalam hal itu, bahkan baru
kali ini saya betul-betul bisa menyaksikan dgn tenang & jelas film
seperti itu. Apalagi istriku tidak suka nonton & praktekkan
macam-macam seperti di film itu,” keteranganku terus terang.
“Tapi kakak suka nonton & permainan seperti itu khan?” tanyanya lagi.
“Suka sekali & kelihatannya nikmat sekali yach,” kataku secara tegas.
“Jika
istri kakak tidak suka & tidak mau melakukan permainan seperti itu,
bagaimana kalau aku tawarkan kerjasama untuk memperaktekkan hal seperti
itu?” tanya istri teman lamaku secara tegas & berani padaku sambil
ia mendempetkan tubuhnya di tubuhku sehingga bisikannya terasa hangat
nafasnya dipipiku.
Tanpa sempat lagi aku berfikir panjang, lalu
aku mencoba merangkulnya sambil menganggukkan kepala pertanda setuju.
Wanita itupun membalas pelukanku. Bahkan ia duluan mencium pipi &
bibirku, lalu ia masukkan lidahnya ke dalam mulutku sambil
digerak-gerakkan ke kiri & ke kanan, akupun membalasnya dgn lahap
sekali.
Aku memulai memasukkan tangan ke dalam bajunya mencari
kedua payudaranya karena aku sama sekali sudah tidak mampu lagi menahan
birahiku, lagi pula kedua benda kenyal itu saya sudah hafal tempatnya
& sudah sering memegangnya.
Tapi kali ini, rasanya lain
daripada yg lain, sedikit lebih mulus & lebih keras dibanding milik
istriku. Entah siapa yg membuka baju yg dikenakannya, tiba-tiba terbuka
dgn lebar sehingga nampak kedua benda kenyal itu tergantung dgn
menantang.
Akupun memperaktekkan apa yg barusan kulihat dalam
layar tadi yakni menjilat & mengisap putingnya berkali-kali seolah
aku mau mengeluarkan air dari dalamnya. Ka&g kugigit sedikit &
kukunyah, namun wanita itu sedikit mendorong kepalaku sebagai tanda
a&ya rasa sakit.
Selama hidupku, baru kali ini aku melihat
peman&gan yg indah sekali di antara kedua paha wanita itu. Karena
tanpa kesulitan aku membuka sarung yg dikenakannya, langsung saja jatuh
sendiri & sesuai dugaanku semula ternyata memang tidak ada pelapis
kemaluannya sama sekali sehingga aku sempat menatap sejenak kebersihan
vagina wanita itu.
Putih, mulus & tanpa selembar bulupun
tumbuh di atas gundukan itu membuat aku terpesona melihat &
merabanya, apalagi setelah aku memberanikan diri membuka kedua bibirnya
dgn kedua tanganku, nampak benda kecil menonjol di antara kedua bibirnya
dgn warna agak kemerahan.
Ingin rasanya aku telan & makan
sekalian, untung bukan makanan, tapi sempat saya lahap dgn lidahku
hingga sedalam-dalamnya sehingga wanita itu sedikit menjerit &
terengah-engah menahan rasa nikmatnya lidah saya, apalagi setelah aku
menekannya dalam-dalam.
“Kak, aku buka saja semua pakaiannya yah,
biar aku lebih leluasa menikmati seluruh tubuhmu,” pintanya sambil
membuka satu persatu pakaian yg kukenakan hingga aku telanjang bulat.
Bahkan ia nampaknya lebih tidak tahan lagi berlama-lama meman&gnya.
Ia
langsung serobot saja & menjilati sekujur tubuhku, namun jilatannya
lebih lama pada biji pelerku, sehingga pinggulku bergerak-gerak
dibuatnya sebagai tanda kegelian. Lalu disusul dgn memasukkan penisku ke
mulutnya & menggocoknya dgn cepat & berulang-ulang,
sampai-sampai terasa spermaku mau muncrat.
Untung saya tarik
keluar cepat, lalu membaringkan ke atas tempat tidurnya dgn kaki tetap
menjulang ke lantai biar aku lebih mudah melihat, & menjamahnya.
Setelah ia terkulai lemas di atas tempat tidur, akupun mengangkanginya
sambil berdiri di depan gundukkan itu & perlahan aku masukkan ujung
penisku ke dalam vaginanya lalu menggerak-gerakkan ke kiri & ke
kanan maju & mundur, akhirnya dapat masuk tanpa terlalu kesulitan.
“Dik, model yg bagaimana kita terapkan sekarang? Apa kita ikuti semua posisi yg ada di layar TV tadi,” tanyaku berbisik.
“Terserah
kak, aku serahkan sepenuhnya tubuhku ini pada kakak, mana yg kakak
anggap lebih nikmat & lebih berkesan sepanjang hayat serta lebih
memuaskan kakak,” katanya pasrah. Akupun meneruskan posisi tidur
telentang tadi sambil aku berdiri menggocok terus, sehingga menimbulkan
bunyi yg agak menambah gairah sexku.
“Ahh.. Uhh.. Ssstt.. Hmm..
Teeruus kak, enak sekali, kocok terus kakak, aku sangat menikmatinya,”
demikian pintanya sambil terengah & berdesis seperti bunyi jangkrik
di dalam kamarnya itu.
“Dik, gimana kalau saya berbaring & adik mengangkangiku, biar adik lebih leluasa goyangannya,” pintaku pa&ya.
“Aku
ini sudah hampir memuncak & sudah mulai lemas, tapi kalau itu
permintaan kakak, bolehlah, aku masih bisa bertahan beberapa menit
lagi,” jawabnya seolah ingin memuaskanku malam itu.
Tanpa kami
rasakan & pikirkan lagi suaminya kembali malam itu, apalagi setelah
jam menunjukkan pukul 9.40 malam itu, aku terus berusaha menumpahkan
segalanya & betul-betul ingin menikmati pengalaman bersejarah ini
bersama dgn istri teman lamaku itu.
Namun saygnya, karena
keasyikan & keseriusan kami dalam bersetubuh malam itu, sehingga
baru sekitar 3 menit berjalan dgn posisi saya di bawah & dia di atas
memompa serta menggoyg kiri kanan pinggulnya, akhirnya spermakupun
tumpah dalam rahimnya & diapun kurasakan bergetar seluruh tubuhnya
pertanda juga memuncak gairah sexnya. Setelah sama-sama puas, kami
saling berciuman, berangkulan, berjilatan tubuh & tidur terlentang
hingga pagi.
Setelah kami terbangun hampir bersamaan di pagi
hari, saya langsung lompat dari tempat tidur, tiba-tiba muncul rasa
takut yg mengecam & pikiranku sangat kalut tidak tahu apa yg harus
saya perbuat.
Saya menyesal tapi ada keinginan untuk
mengulanginya bersama dgn wanita itu. Untung malam itu suaminya tidak
kembali & kamipun berusaha masuk kamar mandi membersihkan diri.
Walaupun terasa ada gairah baru lagi ingin mengulangi di dalam kamar
mandi, namun rasa takutku lebih mengalahkan gairahku sehingga aku
mengurungkan niatku itu & langsung pamit & sama-sama berjanji
akan mengulanginya jika ada kesempatan.
Saya keluar dari rumah
tanpa ada orang lain yg melihatku sehingga saya yakin tidak ada yg
mencurigaiku. Soal istriku di rumah, saya bisa buat alasan kalau saya
ketemu & bermalam bersama dgn sahabat lamaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar