Tampilkan postingan dengan label teman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teman. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Mei 2018

Wanita Hamil? Ternyata Asik Juga

CERITAHOT | Aku adalah seorang eksekutif muda yang baru diangkat menjadi manajer di sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Sebut saja namaku Aldi, tinggi 175 cm kata orang aku mirip pemain bulu tangkis Ricky S. Kisah ini terjadi hampir setahun yang lalu.
Umurku saat itu 30 tahun. Aku sudah beristri dan beranak 2, berumur 3 tahun dan yang bungsu baru 1 bulan. Isteri dan anakku masih tinggal di Malang karena saat melahirkan anak kedua tinggal di rumah orang tuanya dan belum pulang ke Surabaya.
Kisah ini terjadi saat pulang dari kerja lembur sekitar pukul 11:00 malam. Dengan mobil Baleno kesayanganku, aku menyusuri Jalan di kawasan perumahan elit yang mulai sepi karena kebetulan hujan gerimis.
Di tengah perjalanan aku melihat perempuan setengah baya berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Aku merasa kasihan lalu aku menghentikan mobil dan menghampirinya.
Aku bertanya, “Ibu sedang menunggu apa?”
Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda.
“Kalau ke manukan naik angkot apa ya Dik?”“Wah jam segini sudah habis Bu angkotnya, Gimana kalo saya antar?”Dia kelihatan gembira. “Apa tidak merepotkan?”“Kebetulan rumah saya juga satu arah dari sini, mari naik!”
Setelah dia ikut mobilku, Ibu itu bercerita bahwa dia berasal dari Jawa Tengah, dia sedang mencari suaminya yang kebetulan baru 2 minggu kerja sebagai sopir bis jurusan Semarang-Surabaya.
Keperluannya ke sini hendak mengabarkan kalau anaknya yang pertama yang berumur 15 tahun kecelakaan dan dirawat di rumah sakit sehingga butuh uang untuk perawatan anaknya. Kebetulan alamat yang di tulis oleh suaminya tidak ada nomer teleponnya.
Sesampainya di alamat yang dituju kami berhenti. Setelah di depan rumah ketika akan mengetuk pintu ternyata pintunya masih digembok, lalu kami bertanya pada tetangga sebelah yang kebetulan satu profesi.
“Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO.”
Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali.
“Terus sekarang Ibu mau ke mana?” tanyaku.
“Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah nggak cukup untuk pulang.”

“Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh, capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang hamil, berapa bulan?”
“Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?”

“Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?”
“Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini.”
“Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?”
“Panggil saja aku Mbak Menik, dan sekarang aku 35 tahun.”
Wanita Hamil? Ternyata Asik Juga
Mbak Menik

Malam itu, dia kusuruh tidur di kamar samping yang biasanya dipakai untuk kamar tamu yang mau menginap. Rumahku terdiri dari 3 kamar, kamar depan kupakai sendiri dan isteriku, sedang yang belakang untuk anakku yang pertama.

Malam itu aku tidur nyenyak sekali, kebetulan malam sabtu dan di kantorku hanya berlaku 5 hari kerja jadi sabtu dan minggu aku libur. Sebenarnya aku ingin pergi ke Malang tapi karena ada tamu, kutangguhkan kepergianku minggu depan.
Sekitar jam 8 pagi aku bangun, kulihat sudah ada kopi yang sudah agak dingin di meja makan serta beberapa kue di piring. Mungkinkah ibu itu yang menyajikan semua ini. Lalu setelah kuteguk kopi itu aku bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka dan kencing. Karena agak ngantuk aku kurang mengawasi apa yang terjadi, saat aku selesai kencing aku tidak sadar kalau di bathup Mbak Menik sedang telanjang dan berendam di dalamnya.
Matanya melotot melihat kemaluanku yang menjulur bebas, ketika aku membalik ke samping aku kaget dan sempat tertegun melihat tubuh telanjang Mbak Menik, tubuh yang kuning langsat dan mulus itu terlihat mengkilat karena basah oleh air dan buah dadanya.. wow besar juga ternyata, 36B. Pasti empunya gila seks.
Lalu mataku berpindah ke sekitar pusarnya, di atas liang senggamanya tumbuh bulu kemaluannya yang lebat. Tak sadar kemaluanku tegak berdiri dan aku lupa kalau belum mengancingkan celana, Dan Mbak Menik sempat tertegun melihat kejantananku yang lumayan besar, panjangnya 17 cm tapi kemudian..
“Aouuww, Dik itunyaa!” kata Mbak Menik sambil menutup buah dadanya dengan tangan serta mengapitkan kakinya. Aku baru sadar lalu buru-buru keluar.
Di kamar aku masih membayangkan keindahan tubuh Mbak Menik. Andai saja aku bisa menikmati tubuh itu… aku malah berpikiran ngeres karena memang sudah lama aku tidak mendapat jatah dari isteriku, ditambah lagi situasi di rumah itu hanya kami berdua. Lalu timbul niat isengku untuk mengintip lagi ke kamar mandi, ternyata dia sudah keluar lalu kucari ke kamarnya.
Saat di depan pintu samar-samar aku mendengar ada suara rintihan dari dalam kamar samping, kebetulan nako jendela kamar itu terbuka lalu kusibakkan tirainya perlahan-lahan. Sungguh pemandangan yang amat syur.
Kulihat Mbak Menik sedang masturbasi, kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih telanjang bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas liang kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang senggamanya, sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian. Sesekali pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti orang kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.
“Ouuuhh… Hhhmm… Ssstt…” Aku semakin penasaran ingin melihat dari dekat, lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku berjingkat masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang merangsang birahi itu. Samar-samar kudengar dia menyebut namaku, “Ouhhh Aldiii.. Sss Ahhh..”
Ternyata dia sedang membayangkan bersetubuh denganku, kebetulan sekali rasanya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera menikmati tubuhnya yang mulus walau perutnya agak membuncit, justru menambah nafsuku. Lalu pelan-pelan kulepaskan pakaianku satu-persatu hingga aku telanjang bulat.
Batang kemaluanku sudah sangat tegang, kemudian tanpa suara aku menghampiri Mbak Menik, kuikuti gerakan tangannya meremasi buah dadanya. Dia tersentak kaget lalu menarik selimut dan menutupi tubuhnya.
“Sedang apa Anda di sini!, tolong keluar!” katanya agak gugup.
“Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian, kenapa tidak kita salurkan bersama,” kataku merajuk sambil terus berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar.

“Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga,” Dia terus menghiba.
“Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!”

“Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan,” pintanya terus.
Aku hanya tersenyum, “Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja.”
Dan aku berhasil menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku. Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.
“Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan..” rintihnya.
Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok-rojok dinding kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani.
“Uhhh… ssss..” Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai tersengal-sengal. “Yaahhh… Ohhh… Jangaaann Diik, Jangan lepaskan, terusss…” Gerakan Mbak Menik semakin liar, dia mulai membalas ciumanku bibirku dan bibirnya saling berpagutan.
Wanita Hamil Ternyata Asik Juga
Mbak Menik

Aku senang, kini dia mulai menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah menyusui tiga anaknya. “Yahh… teruuuss, enaakkk…” katanya sambil menggelinjang.
Kemudian aku bangun, kulebarkan kakinya dan kutekuk ke atas. Aku semakin bernafsu melihat liang kewanitaannya yang merah mengkilat. Dengan rakus kujilati bibir kewanitaan Mbak Menik.
“Aaahh.. Ohhh.. enaakkk Diik.. Yaakh.. teruusss..” Kemudian lidahku kujulurkan ke dalam dan kutelan habis cairan maninya. Sekitar bulu kemaluannya juga tak luput dari daerah jamahan lidahku maka kini kelihatan rapi seperti habis disisir. Klirotisnya tampak merah merekah, menambah gairahku untuk menggagahinya.
“Sudaahhh Dikk.. sekarang.. ayolah sekarang.. masukkan.. aku sudah nggak tahan..” pinta Mbak Menik. Tanpa buang waktu lagi kukangkangkan kedua kakinya sehingga liang kewanitaannya kelihatan terbuka. Kemudian kuarahkan batang kejantananku ke lubang senggamanya dan agak sempit rupanya atau mungkin karena diameter kemaluanku yang terlalu lebar.
“Pelan-pelan Dik, punya kamu besar sekali.. ahhh…” Dia menjerit saat kumasukkan seluruh batang kemaluanku hingga aku merasakan mentok sampai dasar rahimnya. Lalu kutarik dan kumasukkan lagi, lama-lama kupompa semakin cepat.
“Oughhh.. Ahhh.. Ahhh.. Ahhh..” Mbak Menik mengerang tak beraturan, tangannya menarik kain sprei, tampaknya dia menikmati betul permainanku. Bibirnya tampak meracau dan merintih, aku semakin bernafsu, dimataku dia saat itu adalah wanita yang haus dan minta dipuaskan, tanpa berpikir aku sedang meniduri istri orang apalagi dia sedang hamil.
“Ouuhh Diik.. Mbak mau kelu.. aaahhh…” Dia menjerit sambil tangannya mendekap erat punggungku. Kurasakan, “Seerrr… serrr..” ada cairan hangat yang membasahi kejantananku yang sedang tertanam di dalam kemaluannya. Dia mengalami orgasme yang pertama.
Aku kemudian menarik lepas batang kejantananku dari kemaluannya. Aku belum mendapat orgasme. Kemudian aku memintanya untuk doggy style. Dia kemudian menungging, kakinya dilebarkan. Perlahan-lahan kumasukkan lagi batang kebanggaanku dan,“sleeep..” batang itu mulai masuk hingga seluruhnya amblas lalu kugenjot maju mundur.
Mbak Menik menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan batang kejantananku. “Gimaa.. Mbaak, enak kan?” kataku sambil mempercepat gerakanku. “Yahhh.. ennakk.. Dik punyaa kamu enak banget.. Aahhh.. Aaah.. Uuuhh.. Aaahh.. ehhh..”
Dia semakin bergoyang liar seperti orang kesurupan. Tanganku menggapai buah dadanya yang menggantung indah dan bergoyang bersamaan dengan perutnya yang membuncit. Buah dada itu kuremas-remas serta kupilin putingnya. Akhirnya Aku merasa sampai ke klimaks, dan ternyata dia juga mendapatkan orgasme lagi. 
“Creeett.. croottt.. serrr..” spermaku menyemprot di dalam rahimnya bersamaan dengan maninya yang keluar lagi.
Kemudian kami ambruk bersamaan di ranjang. Aku berbaring, di sebelah kulihat Mbak Menik dengan wajah penuh keringat tersenyum puas kepadaku.

“Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu,” katanya.
“Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?” tanyaku.
“Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi.”
Akhirnya selama 2 hari sabtu dan minggu aku tidak keluar rumah, menikmati tubuh montok Mbak Menik yang sedang hamil 4 bulan. Berbagai gaya kupraktekkan dengannya dan kulakukan di kamar mandi, di dapur dan di meja makan bahkan sempat di halaman belakang karena rumahku dikelilingi tembok.
Di tanah kubentangkan tikar dan kugumuli dia sepuasnya. Pada istriku kutelepon kalau aku ada tugas luar kota selama 2 hari, pulangnya hari Senin. Mbak Menik bilang selama 2 hari itu dia betul-betul merasakan seks yang sesungguhnya tidak seperti saat dia bersetubuh dengan suaminya yang asal tubruk lalu KO. Dan dia berjanji kalau sedang mengunjungi suaminya, dia akan menyempatkan meneleponku untuk minta jatah dariku.
Minggu malam kuantarkan dia ke kost suaminya tapi hanya sampai ujung gang dan tidak lupa kuberi dia uang sebesar Rp 500.000,- sebagai bantuanku pada anaknya yang sedang di rumah sakit. Setelah istriku balik ke rumah, dia menghubungiku lewat telepon di kantor dan ketemu di terminal.
Kami melakukan persetubuhan disalah satu hotel murah di Surabaya atau kadang di Pantai Kenjeran kalau malam hari. Hingga kehamilannya menginjak usia 7 bulan kami berhenti, hingga sekarang dia belum memberi kabar, kalau dihitung anaknya sudah lahir dan berusia 6 bulan.

Jumat, 04 Mei 2018

Aku Menghianati Kekasihku, Maafkan Aku!

CERITAHOT | Cerita ini merupakan cerita tentang kehidupan seorang gadis muda bernama Anita. Gadis yang saat ini berumur 26 tahun yang berparas cukup menarik walaupun tidak secantik Agnes Monica tetapi tetap saja dia seorang wanita yang cantik.
Kulit kuning langsat yang cenderung bewarna putih membuatnya semakin terlihat lebih menarik dibanding teman sekantornya. Tinggi badannya 155 cm dengan berat badan 47 kg memang bukan ukuran yang pas, walaupun bertubuh relative pendek untuk ukuran proporsional tetapi penampilan dan wajahnya sudah menghapus seluruh kesan itu.
“Anita…hai Anita. Tunggu aku!” seru seorang perempuan dari belakang yang kemudian berlari-lari mengejar Anita yang kala itu memang sedang terburu-buru masuk kedalam kantor. Anita berkantor disebuah perusahaan swasta asing yang terletak di kota Solo. Dia menjadi staff junior di perusahaan itu.
“Hu…uh. Cepat amat sih langkahmu.” Gerutu temannya yang bernama Elisa yang biasa dipanggil Lis atau Elis.
Anita tertawa, “Sorry, aku takut kalau telat absen. Kemaren kan ada karyawan yang sempat kena semprot bos gara-gara telat 5 menit.” Jelas Anita yang kemudian mengambil kartu absennya.
Elisa tetap cemberut, “Halah…alasan aja nih. Lagipula tuh anak kan di semprot gara-gara telatnya selama 1 bulan nonstop. Wajarlah.” Balas Elisa tak mau kalah. Anita hanya terdiam sambil tertawa kecil melihat tingkah teman satu levelnya itu cemberut.
“Eh Nit. Kabarnya kamu sedang dekat dengan cowok yang namanya Agung, anak dari kantor sebelah.” Kata Elisa saat mereka menuju toilet untuk merapikan pakaian.
Anita sedikit kaget namun cepat menguasai keadaan, “Agus mungkin, bukan Agung, emangnya kenapa?” balas Anita sambil merapikan rambutnya di toilet kantor.

Lisa terdiam sejenak lalu berkata lagi, “Jadi rumor itu emang benar yah? Wah bukannya kamu udah punya pacar? Tuh si Frans yang pernah kamu kenalin ke aku itu kan pacar kamu.” Tukas si Elisa.
Anita sekarang yang terdiam. “Dekat kan bukan berarti pacaran Lis. Kami dekat cuman sebagai teman kok. Lagipula dia teman curhat yang menyenangkan bagiku. Walaupun baru 2 bulan kenal tapi sudah enak diajak curhat.” Sahut Anita berusaha membela diri.
Elisa manggut-manggut dan nampaknya sudah tidak meneruskan perihal hubungan temannya itu dengan pria lain, walaupun didalam hatinya mungkin dia tidak percaya akan alasan yang dikemukakan Anita.
Sore harinya saat mereka pulang kerja, tampak seorang pria sudah siap menjemput Anita dengan motor bebeknya di halaman perkir kantor. “Nit. Ayo!” ucap pria itu yang ternyata bernama Agus, karyawan yang kerja di kantor sebelah kantor tempat Anita dan Elisa bekerja. Elisa yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala.
Di dalam hatinya dia pasti berpikir kenapa pria itu selalu menjemput Anita tiap pulang kantor jika tidak ada apa-apa diantara mereka.
Di dalam perjalanan pulang, Agus mengatakan kepada Anita bahwa dia harus ke Jogja besok malam karena ada urusan kantor yang harus diselesaikan, kebetulan Agus ini memang sering dinas keluar tiap akhir pekan. Anita mengangguk mengerti.
“Gimana kalo kamu ikut aku aja ke Jogja. Besok kan hari Sabtu, kamu kan libur. Malamnya kita bisa jalan-jalan.” Agus menawarkan untuk melewatkan malam minggu bersamanya.
Anita agak ragu, “Nggak usahlah mas. Gak enak kalo diliat orang.” Dia mencoba mengelak dengan alasan sekenanya.
Namun Agus tidak menyerah sampai di situ saja. Dia terus melancarkan rayuannya kepada gadis cantik ini. “Emang siapa yang tahu? Lagipula kalau yang lain tahu juga emang ada apa? Toh kita kan gak ganggu mereka Nit. Kamu ikut aja yah.” Rayu pria ini lagi,
Anita berpikir lagi mencoba untuk menolak ajakan Agus namun dalam hati dia juga ingin untuk jalan-jalan bersama pria ini, sejujurnya dia tidak peduli karena dia tahu kalau hubungan mereka berdua hanya sebatas teman dekat, namun karena dia sudah berkomitmen dengan Frans, mau tak mau dia juga harus menjaga diri agar tidak terjadi sesuatu yang nantinya membahayakan komitmen mereka tersebut.
“Aku tahu kalo kamu sebenarnya juga ingin ikut tapi takut kalau ntar pacarmu tahu. Kita kan gak ngapa-ngapain Nit. Nyantai aja lagi. Lagipula kamu khan udah lama pengen ke Jogja tetapi tidak pernah kesampaian soalnya pacarmu jauh. Lah kalau nungguin dia ngajak kamu kan kelamaan Nit. Udah sekali ini aja khan. Kamu khan juga butuh hiburan, kalau di kost terus juga bakalan bosan.” Bujuk Agus kepada Anita.
Anita akhirnya setuju walaupun dalam hatinya masih tersimpan keraguan yang mengganggu batinnya. Dia memang belum tahu kalau keputusannya ini akan berdampak besar nantinya.
Hari berikutnya tepat jam 2 siang, Agus menjemput Anita dengan motornya. Di sekilas memandang Anita dalam-dalam yang saat itu mengenakan jaket warna pink. Dia terlihat manis sekali dengan rambutnya yang sebahu itu.
“Ayo. Kamu udah siap khan?” tanya Agus kepada Anita sambil memegang-megang tas punggung kecil Anita. “Bawa apa aja emangnya?” tanyanya lagi.

Anita cumin tersenyum kecil, “Ada aja. Yuk kita jalan sekarang! Ntar kamu terlambat lagi.” Sahutnya.
Lalu mereka berdua berboncengan menuju kota gudeg Jogja.sekitar jam 4 sore mereka sampai di kantor yang dituju oleh Agus. Setelah menunggu selama 30 menitan akhirnya urusan kantor selesai, ternyata Agus hanya ditugasi untuk menandatangani berkas dan melakukan pengecekan terhadap kondisi pengiriman barang, maklum dia memang bekerja di perusahaan distribusi.
“Nah sekarang kita ke pantai aja yuk, mumpung masih sore.” Kata Agus lalu menggandeng Anita untuk menuju pantai dengan motornya lagi.

Detik demi detik berlalu, tak terasa sudah malam menjelang. Anita masih merasakan ke asyikan deburan ombak yang menjemput kakinya, berlarian dan bercanda dengan Agus di pantai. Sekarang mereka sudah berada di kawasan Malioboro, setelah makan malam mereka menyusuri jalan Malioboro untuk mencari baju dan cinderamata khas Jogja.

Tampak senyum riang nampak dari bibir Anita yang merah muda itu. Gadis ini benar-benar menikmati tiap detik yang dia rasakan kala itu, sejenak stress beban pekerjaannya tiba-tiba lenyap berganti dengan kesenangan.
Aku Menghianati Kekasihku, Maafkan Aku!
Anita.

“Wah udah malam nih. Kita pulang aja sekarang yah mas.” Ajak Anita kepada Agus. Lalu Agus menyetujuinya walaupun dia sebenarnya masih ingin berjalan-jalan ditempat itu.
Saat Agus mencoba menyalakan motornya, ternyata motor tersebut tidak mau menyala. Setelah berulang kali pria ini mencoba tetap tidak berhasil. “Maaf yah Nit motorku tidak mau menyala nih. Atau gini aja, kamu aku antar pakai becak ke halte bus terdekat lalu kamu pulang sendiri ke Solo, aku mau mencari bengkel yang buka di dekat sini biar motorku diperbaiki.” Kata Agus kepada Anita yang nampak sudah gelisah.
“Hah. Lho nanti mas Agus kalau gak ketemu bengkelnya gimana?” sahut Anita tidak enak terhadap pria ini.

“Yah paling nginep sini Nit. Mau gimana lagi. Aku kan nggak mungkin meninggalkan motorku di sini. Kalau sampai hilang k an bisa kacau.” Kata Agus sambil berusaha menyalakan motornya lagi.
“Ya udah kita tungguin bersama aja. Aku gak tega ninggalin mas Agus sendirian disini lagipula aku kan tadi juga ikut bagian senang-senangnya, masa bagian susahnya aku gak mau tahu.” Tukas Anita tetapi tetap saja dia gelisah sambil mencari alternatif lainnya.

Sampai akhirnya pukul 9 malam mereka tidak menemukan bengkel di dekat tempat itu.
Lalu Agus mengatakan kalau sebaiknya mereka mencari tempat untuk menginap saja karena sudah malam dan tidak baik jika harus duduk-duduk tidak jelas di pinggir jalan. Dengan berat hati akhirnya Anita menyetujuinya dan jadilah mereka berdua mencari tempat penginapan yang murah didekat tempat itu.

Agus mengatakan akan masuk duluan untuk mencari tahu apakah masih ada kamar kosong ketika mereka menemukan sebuah penginapan. Setelah 4 kali mencoba akhirnya mereka menemukan sebuah penginapan yang masih memiliki kamar kosong.
“Nit. Disini ada kamar kosong, tapi karena malam minggu maka kamar yang kosong cuman satu aja. Gimana nih?” Agus menjelaskan kalau selain di penginapan itu tidak ada penginapan lain yang kosong.
“Hah. Trus gimana donk. Masa kita harus nginep sekamar berdua mas?” Anita bertambah panik saja. Dia takut kalau terjadi sesuatu walaupun selama ini Agus selalu menjaga tingkah lakunya di hadapan Anita. “Tempat tidurnya ada berapa?” tanyanya lagi.
Agus mendekat, “Nah itulah yang jadi soal, tempat tidurnya tinggal satu tapi besar. Mau gimana lagi, kita udah kemana-mana nyari tapi tidak ketemu yang bagus. Lagipula sekarang sudah terlalu malam untuk keluyuran, dari pada nanti dijalan kenapa-kenapa kan kita juga yang repot.” Agus mencoba menenangkan Anita, dia tahu kalau teman perempuannya itu kebingungan.
Akhirnya walaupun dalam hatinya Anita rikuh dan tak mau tapi karena tidak ada jalan lain mereka mau tak mau menginap satu kamar juga di Jogja. Kamar yang mereka inapi hanya seukuran 3×4 meter dengan kamar mandi dalam yang kecil namun cukup bersih karena terawat. Tempat tidur ukuran besar cukup untuk menampung tubuh 3 orang, sepertinya Anita bisa bernafas sedikit lega karena dia tidak perlu berhimpitan dalam hal tidur bersama dengan temannya itu.
“Nit aku mandi dulu yah?” kata Agus yang kemudian menuju ke kamar mandi di dalam kamar itu selang sejenak kemudian terdengar suara deburan air yang diiringi dengan siulan suara Agus, terlihat riang sekali. Dalam hati Anita geli juga melihat kelakuan Agus temannya itu.
Setelah selesai mandi kemudian Agus mempersilakan Anita untuk giliran mandi. Dara cantik ini membuka pakaiannya satu demi satu di dalam kamar mandi, tak butuh waktu lama akhirnya dia telanjang bulat di dalam kamar mandi tersebut. Buah dadanya yang putih mulus sedikit demi sedikit tersiram air dingin kamar mandi tersebut.
Segar rasanya setelah capek seharian jalan-jalan akhirnya dia dapat melepas penatnya dengan guyuran air yang menyegarkan itu. Saat dia akan menggapai pakaiannya di gantungan baju, tiba-tiba gantungan tersebut copot dan seluruh bajunya basah semua jatuh kelantai kamar mandi. “Aduh!” pekik Anita kaget dan panik.

Agus dari luar menyahut, “Ada apa Nit? Kamu nggak apa-apa khan?” serunya dari luar kamar mandi.
“Gantungan bajunya copot, pakaianku jatuh kelantai dan basah semua nih. Gimana dong?” Anita panik karena pakaian gantinya sudah basah waktu digunakan di pantai tadi dan penuh pasir, jelas tidak mungkin untuk digunakan. Sementara pakaian yang sekarang jauh lebih basah lagi dan tidak mungkin juga untuk digunakan.
“Kamu pakai handuk dulu aja. Kotor nggak? Kalo cuma basah kita tunggu sampai kering dulu, dijemur di gantungan luar di balik pintu kamar kita.” Kata Agus mencoba menenangkan.

Anita mau tak mau dia mengikuti saran dari Agus karena kalau dia nekat yang terjadi malah dia bakalan kedinginan dan terancam masuk angin nantinya. Akhirnya walaupun dengan terpaksa, Anita menggunakan handuk besar untuk menutupi tubuh telanjangnya yang setengah basah itu.

Untungnya handuk tersebut cukup besar untuk menutupi tubuh bugilnya, walaupun bagian bawahnya mepet dan memperlihatkan separuh paha mulus putihnya sementara bagian atas hanya menutupi bagian payudaranya saja sementara bagian atas payudaranya masih terbuka. Dengan rikuh akhirnya dia berjalan keluar, Agus yang melihat pemandangan itu berusaha untuk menutupi rasa malunya terhadap Anita.
Beberapa saat kemudian Anita menggantungkan pakaiannya yang basah itu ke gantungan baju dibalik pintu kamar mereka. Malu juga baginya ketika menjereng celana dalam dan bra miliknya yang satu set bewarna merah bergaris hitam itu di depan Agus.
Lalu Anita duduk disebelah Agus dan mencoba memulai percakapan walaupun akhirnya mereka berdua sama-sama rikuh. Setiap kali pandangan Anita menuju ke tempat lain, Agus sesekali mencuri pandang ke arah tubuh molek Anita terutama di bagian paha putihnya yang sedikit tersingkap karena duduk dan di bagian dadanya.
Obrolan mereka lama-lama merembet keurusan yang lebih pribadi termasuk saat Agus menceritakan kalau dia baru saja putus dengan gadis yang telah dipacarinya selama 3 tahun. Dia merasa dikhianati karena ternyata gadis yang dipacarinya itu telah dijodohkan oleh orang tua sang gadis untuk menikah dengan seorang eksekutif muda yang lebih mapan hidupnya dibandingkan dengan Agus sendiri.
Anita mencoba menghibur Agus sekaligus merasa simpatik dengan penderitaan cinta yang Agus alami saat itu. Kemudian gadis ini gantian bercerita tentang kekasihnya yang bernama Frans.
Mereka telah berpacaran selama 5 tahun sejak mereka pertama kuliah hingga lulus dan sekarang Anita bekerja di perusahaan yang sekarang, sementara Frans bekerja di Jakarta sebelum akhirnya dipindah ke Surabaya. Dengan jarak yang jauh itu membuat komunikasi mereka berkurang drastis, dulu yang waktu masih pacaran mereka masih bisa setiap hari bertemu, sekarang sudah tidak dapat lagi.
Sesekali terjadi pertikaian antara mereka berdua karena sikap keduanya yang kadang tidak mau mengalah satu dengan lainnya. Anita ingin selalu diperhatikan semetara Frans sendiri terbilang sibuk dengan pekerjaannya 6 hari seminggu dari pagi hingga menjelang malam.
Sementara Anita sendiri yang jam kerjanya lebih longgar kadang kala juga malas memulai menghubungi Frans kekasihnya karena ada saatnya dia menginginkan untuk dihubungi lebih dulu. Setidaknya dengan cara seperti itu membuatnya menjadi merasa lebih diperhatikan oleh Frans.
3 bulan terakhir ini memang Frans jarang menhubungi Anita walaupun hanya sebatas telepon atau SMS. Anita sendiri kadang merasa kesepian dengan menghilangnya Frans dari kehidupannya karena dia sangat mencintai pria tersebut. Bahkan di telepon terakhir mereka berdua bertengkar cukup hebat karena Frans menganggap Anita sudah tidak mempunyai waktu untuknya karena selalu tidak mengangkat telepon darinya selama hari-hari terakhir ini padahal Anita sendiri saat itu memang sedang tidak dalam kondisi dapat menerima telepon dengan leluasa karena bekerja, mandi ataupun sedang keluar dengan teman.
Hasilnya Frans malah menuduh Anita ada main dengan pria lain sementara Anita sendiri yang merasa sakit hati mendengar tuduhan itu membalas dengan tidak kalah kerasnya, dia sendiri juga menganggap Frans sudah tidak perhatian lagi padanya karena tidak pernah ada waktu untuk ke kota tempat dia bekerja sekarang sekedar untuk mengunjunginya, terakhir dia berkunjung adalah satu setengah bulan yang lalu.
Hasil akhir dari pertengkaran itu adalah sebuah kerugian bagi keduanya. Baik Frans maupun Anita sama-sama tidak mau mengalah satu dengan yang lain sampai pada akhir percakapan telepon itu.
Anita lalu menitikkan air mata walaupun dia berusaha untuk tidak menangis di hadapan temannya itu kala menceritakan perihal pertengkarannya dengan sang pacar. Namun air mata dara cantik ini terus menetes berderai membasahi pipinya yang putih merona merah itu. Agus-pun langsung membelai rambut Anita sembari memberikan kata-kata penghiburan bagi temannya itu.
Anita menoleh kearas Agus sambil tersenyum, “Maaf ya mas. Aku malah jadi cengeng gini.” Ucap Anita perlahan sambil berusaha menahan tangisnya.
Agus tersenyum sambil memegang tangan Anita dan memainkan jari-jari lentik gadis ini. “Udahlah. Tidak apa-apa lagi Nit. Wajarkan kalau lagi sakit hati terus nangis, itu bukan cengeng kok…lumrah.” Katanya mencoba menghibur Anita.
“Makasih yah mas udah mendengarkan curhatku. Aku nggak tahu harus membicarakan sama siapa lagi karena di keluargaku tidak ada yang bisa diajak ngomong.
Aku Menghianati Kekasihku, Maafkan Aku!
Anita Seksi

Di kantor aku juga tidak leluasa untuk berbicara walaupun dengan Elisa.” Kata Anita sambil menyapu air mata dari pipinya.
Agus tertawa kecil, “Nggak apa-apa lagi Nit. Daripada nanti disimpan dalam hati bisa jadi penyakit. Hehehe…” kata Agus lagi.
Anita merengut, “Kok malah tertawa sih…jahat.” Gadis cantik ini mulai sedikit merajuk manja. Walaupun dimatanya tingkahnya itu hanya bermaksud menganggap Agus sebagai kakaknya karena usianya lebih tua tetapi dimata Agus tingkah Anita itu telah membuat hatinya berdebar kencang.
Anita kemudian mencubit pinggang Agus dengan gemasnya karena tawa Agus barusan, sementara pria itu berusaha menghindar dengan terus tertawa kecil seolah menertawakan Anita. Saat keduanya asyik bercanda, tanpa sadar handuk Anita terlepas ikatannya dan saat itu posisi Anita tepat berhadapan dengan Agus di atas ranjang besar itu.
Kontan saja buah dada Anita langsung terpampang jelas didepan Agus. Buah dadanya yang putih mulus dengan puting bewarna coklat muda itu telah sedikit mengeras mungkin karena hawa dingin. Agus sendiri terkesima dengan pemandangan syur di depannya itu.
Anita berteriak dan bergegas mengangkat handuknya untuk menutupi tubuh bugilnya namun kedua tangannya keburu dicekal tangan Agus. Seolah tak percaya, pandangan Anita menatap lurus ke mata Agus, dimana pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Anita dan beberapa detik kemudian bibirnya mendarat di bibir mungil Anita dengan mesranya.
Tangan yang sebelumnya mencekal tangan Anita sekarang sudah berganti memeluk tubuh Anita dengan melingkarkan salah satu tangannya di balik punggung gadis cantik ini sementara tangan satunya masih mencekal tangan Anita.
Anita berusaha untuk menyadarkan dirinya dan memberontak tetapi entah kenapa tenaganya seolah-olah hilang ditelan malam. Bahkan dia membiarkan bibirnya dipagut oleh bibir Agus yang dia anggap sebagai temannya itu sementara itu tangan pemuda ini entah disengaja atau tidak bersenggolan dengan payudara Anita yang menggantung bebas itu.
Seolah sedang tersengat aliran listrik, dia tersadar. “Mas. Jangan aku sudah punya pac…ufff.” Belum sempat Anita meneruskan kata-katanya, mulutnya sudah disumpal dengan ciuman dari Agus lagi. Kali ini tangan pemuda itu sudah berani menyentuh payudara Anita dan meremasnya dengan penuh nafsu. Hilang sudah sopan santun yang selama ini dia jaga di depan sang gadis itu.
Sedikit demi sedikit perlawanan Anita goyah juga. Masih dalam posisi duduk di tengah ranjang itu akhirnya dia membiarkan tubuhnya menjadi obyek pelampiasan seksual Agus. Anita mulai membalas ciuman dari Agus dan mereka berdua saling melumat bibir satu sama lain.
Terang saja Agus menganggapnya sebagai lampu hijau dan lebih berani meneruskan aksinya. Kali ini dia sudah menggunakan kedua tangannya untuk meremas-remas payudara Anita.
Gadis ini sebelumnya berusaha menyingkirkan tangan Agus dari dadanya namun sekarang malah seolah meminta agar Agus lebih agresif dalam meremas payudaranya yang indah itu.
Agus lalu mencopoti seluruh pakaiannya termasuk celana dalamnya sehingga mereka berdua benar-benar bugil seluruhnya.
Anita terkesiap melihat penis Agus yang besar, selama ini dia hanya sekali melihat penis secara langsung yaitu penis pacarnya Frans tiap kali mereka peting dikamar kost sewaktu mereka masih kuliah. Walaupun peting tapi keduanya belum pernah melakukan hubungan intim karena Anita selalu mencegah Frans tiap kali pemuda itu berusaha memasukkan batang kejantanannya ke dalam vagina Anita.
Saat itu dia menganggap penis Frans sudah besar dan membuatnya merinding tetapi setelah melihat milik Agus membuatnya menjadi berpikir lain. Batang kemaluan Agus memang sedikit lebih lebar diameternya tetapi yang jelas lebih panjang dari Frans setidaknya sekitar 3-4 centimeter lebih panjang walaupun tidak sekeras milik Frans.
Agus lalu mengarahkan Anita untuk tiduran sementara dia meninduh dara cantik ini untuk menciuminya, mencumbunya habis-habisan. Seluruh tubuh Anita tak ada yang luput dari ciuman, kecupan, jilatan lidah Agus tentu saja yang utama adalah payudaranya yang putih mulus itu. Buah dada Anita berukuran 34 B memang tidak terlalu besar namun proporsional dan kencang, bentuknyapun menggairahkan.
“Akhhh…mas.” Desah Anita tiap kali puting susunya terkena jilatan lidah Agus ataupun kuluman bibir pria itu. Tubuh Anita dibuat kelojotan oleh serangan tanpa henti dari Agus yang membombardir tubuh dara manis itu dengan rangsangan birahi.
Agus lalu sedikit tersentak ketika dia merasakan batang kemaluannya aneh. Ternyata tangan lentik Anita sudah menggenggam batang penis Agus yang sudah menegang dan berliur itu dan kemudian mengocoknya perlahan. “Kok kamu udah ahli Nit? Udah sering yah gituan?” goda Agus sambil mempermainkan puting susu Anita.
Anita hanya tersenyum kecil sambil malu-malu. Mendapat cumbuan tanpa henti dari Agus membuatnya mengalami orgasme. Kedua pahanya mengempit salah satu paha kaki Agus dengan erat dan kemudian keluarlah sedikit cairan cinta dari dalam vagina gadis ini. Anita menjadi malu karena dia telah menunjukkan suatu reaksi yang seharusnya hanya diperlihatkan pada pasangan resminya, setidaknya sejauh ini hanya Frans yang pernah melihat hal ini.
Agus lalu menuju kebagian bawah tubuh Anita dan mencoba membuka paha gadis cantik itu. “Mas jangan. Aku masih perawan.” Cegah Anita ketika penis Agus sudah digesek-gesekkan diantara bibir luar vagina Anita.
“Kamu masih perawan? Kukira kamu udah pernah Nit. Maaf yah…aku nggak tahu.” Kata Agus yang kemudian mengurungkan niatnya untuk melakukan penetrasi.
Anita yang melihat raut muka kecewa Agus merasa tak tega karena dia tahu kalau pria itu sudah menahan rasa gairah untuk menggapai kepuasannya.
Akhirnya Anita melakukan keputusan yang benar-benar tidak dipercayai bahkan oleh dirinya sendiri. Dia mendekati Agus yang masih dalam posisi terlentang di sampingnya lalu meraih batang kemaluan pria tersebut dan memasukkan ke dalam mulutnya. Anita melakukan oral seks/blow job kepada Agus yang selama ini hanya dia anggap sebagai teman biasa.
“Nit.” Agus terkesiap dan berusaha bangkit ke posisi duduk perlahan. Dia tak menyangka kalau gadis itu bakalan mengoral batang penisnya tersebut. Anita sendiri selama ini hanya pernah melakukan blow job kepada Frans kekasihnya.
Dengan perlahan dan telaten, Anita memaju mundurkan bibirnya untuk memblow job penis Agus yang besar panjang itu sambil sesekali tangannya mengocok pelan pangkal batang kemaluan pria tersebut atau membelai lembut kantong zakarnya.
Agus belingsatan mendapatkan mouth service dari Anita ini, apalagi ketika lidah dara manis itu melibas ujung kemaluannya yang sudah berliur itu. Agus tak dapat menahan diri lagi untuk mendesah. Dia tak tahan mendapatkan perlakuan istimewa ini dari gadis yang baru dikenalnya selama 2 bulan ini.

Saat Anita sedang berkonsentrasi untuk memuaskan Agus dengan melakukan oral seks kepada penis pria tersebut, terdengar suara SMS masuk dari handphone-nya. Dia sekilas melihat ke HP tersebut yang tergeletak diatas ranjang tempat dia mencapai kepuasan bersama pria selingkuhannya itu.

Tetapi pandangannya kembali menuju ke Agus yang sudah berlutut dihadapannya ketika penis pria itu masih dalam mulut mungilnya. Agus mendesah agak keras lalu kedua tangannya menekan kepala Anita agar lebih melesakkan batang kemaluannya ke dalam rongga mulut Anita.

Tubuhnya mengejang keras dan Anita tahu benar kalau itu tanda-tandanya bahwa seorang pria akan mencapai orgasmenya, dia lalu berusaha mencabut penis Agus yang masih dihisapnya lalu tepat saat penis itu keluar, dari ujung penis Agus keluar muntahan laar kenikmatan yang cukup banyak memancar membasahi payudara Anita.

Cairan sperma Agus menutupi buah dada Anita dalam sekejap bahkan ada beberapa tetes yang sempat keluar di dalam mulut Anita ketika gadis itu berusaha melepaskan penis Agus dari dalam mulutnya.
Beberapa saat kemudian mereka berdua terjatuh rebah terlentang diatas ranjang besar itu. Agus masih menikmati rasa kenikmatan yang beru saja dia capai bersama dengan Anita. Sementara itu Anita berusaha melupakan kalau dia baru saja menelan cairan sperma Agus walaupun jumlahnya sangat sedikit. Bahkan dia masih sempat mengocok penis pria itu secara spontanitas sehingga penis itu kembali menegang.

Entah setan apa yang merasuki Agus, tiba-tiba pria itu kembali menindih tubuh mungil Anita. Anita yang sudah lemas karena melakukan oral seks selama hampir setengah jam sudah tidak punya tenaga untuk melawan. Dia berusaha protes dari mulut tetapi tidak ada gunanya. Sepertinya Agus sudah menginginkan kepuasan dari lubang lainnya yang ada ditubuh Anita.
Dia sadar apa yang akan dilakukan Agus kepadanya ketika kedua pahanya berhasil dibuka oleh Agus yang kemudian mengarahkan batang kemaluannya yang panjang itu kearah vagina Anita. Batang penis itu lalu membelah bibir vagina Anita yang diiringi dengan rintihan Anita menahan rasa sakitnya.

Penis itu mengalami hambatan ketika berusaha menyeruak rongga vagina Anita lebih jauh lagi. Hanya separuh batang kemaluan itu yang berhasil bercokol didalam liang kewanitaan Anita karena memang vagina gadis ini masih sangat sempit. Anita meringis menahan rasa sakit yang hebat ketika Agus kembali melesakkan penis besarnya kedalam vagina sang gadis.
“Masss…sakit! Udah mas! Hentikan, aku masih perawan mas…” seru Anita namun tidak digubris oleh Agus lagi. Bahkan pria itu lebih keras merobek selaput dara vagina Anita dengan penis panjangnya.

Setelah beberapa menit berusaha, akhirnya Agus berhasil juga melesakkan seluruh penisnya kedalam vagina Anita. Dia lalu mengatur nafasnya dan menghimpun tenaganya lagi lalu mendekap tubuh mungil Anita yang dia tindih.

Anita sadar kalau dia sudah tidak perawan lagi ketika Agus berhasil menjebol seluruh pertahanannya dan merobek selaput dara miliknya. Keperawanan yang selama ini dia jaga bahkan dari pacarnya yang dia cintai sekalipun telah direngut oleh teman yang baru dia kenal selama 2 bulan, ironisnya dia sendiri tak mampu menolak dan mencegah hal itu terjadi.
Air mata Anita meleleh membasahi pipinya yang sudah sedikit basah keringat itu. Terbersit rasa bersalah dari dalam diri Agus namun apa daya, dia sendiri tidak mampu menahan hawa nafsunya. Rasa bersalahnya pupus ketika dia merasakan sensasi luar biasa dari penisnya yang kala itu sudah berada didalam liang vagina Anita. Batang kejantanan kebanggaannya itu sekarang terasa seperti dipijat-pijat lembut oleh denyut vagina Anita dan itu membuatnya merasakan sensasi kepuasan tiada tara walaupun dia belum mencapai orgasmenya di vagina gadis itu.
“Maaf ya Nit. Aku sudah tidak tahan lagi tadi. Aku tidak akan menyia-nyiakan kamu, aku janji.” Kata Agus lalu dia mulai memompa tubuh Anita yang sudah lemas tak berdaya. Anita hanya dapat melihat raut muka Agus yang keenakan ketika pria itu menyodokkan penisnya terus menerus kedalam vaginanya.

Selang beberapa menit kemudian terdengar suara handphone Anita yang berdering, tanda ada telepon masuk. Walaupun sudah ditolak berulang kali oleh Agus tetapi tetap saja telepon itu kembali berdering. Karena takut kalau HP dimatikan bakal mengundang kecurigaan karena panggilan sebelumnya sudah ditolak/reject, maka Agus menyerahkan HP tersebut kepada Anita. “Mending diterima saja Nit. Biar nggak dicurigai. Nanti kamu yang repot kalo sampai ada yang curiga.” Kata Agus memberikan alasan.

Anita yang kala itu masih dalam keadaan shock karena keperawanannya telah hilang tidak dapat berpikir jernih lagi lalu tanpa piker panjang dia menerima panggilan masuk itu tanpa melihat nomor siapa yang tertera di layar panggil.
“Halo. Nit, kok tadi nggak diangkat sih? Kamu masih marah sama aku?” Anita bagai tersambar petir, ternyata itu adalah suara Frans kekasihnya. Sementara itu tubuhnya sedang disetubuhi oleh Agus ketika menerima telepon dari Frans, bahkan Agus seperti tidak menahan diri dengan terus memompa penisnya diliang kewanitaan gadis yang ditindihnya itu.
“Nit. Kok kamu nggak menjawab? Eh tadi aku SMS juga lho. Blom kamu buka yah?” Frans menghujaninya dengan pertanyaan dengan nada saying, jauh berbeda ketika terakhir mereka bercakap-cakap dengan telepon dimana keduanya sama-sama melontarkan kata-kata dengan nada yang tidak enak didengar.

Anita sesenggukan dan tidak dapat berkata-kata karena dia sadar kalau dia sekarang sedang mengkhianati pacar yang sejatinya sangat dia cintai. Apa reaksi Frans jika pacarnya itu mengetahui kalau saat pacarnya itu sedang menelepon dirinya, ternyata sang kekasih hati sedang didalam tindihan pria lain yang sedang menggaulinya setelah merengut keperawanan yang selama ini begitu dijaga. Ironisnya lagi Anita tidak memberikan perlawanan maksimal dan cenderung membiarkan hal itu terjadi.
Anita merintih ketika penis Agus melesak entah untuk yang keberapa kalinya, tapi kali ini lebih brutal. Sepertinya Agus sudah akan mencapai fase orgasme dan mempercepat pompaannya pada vagina Anita. “Nit, aku mau keluar lagi…akhhh…” desah Agus sedikit keras. Dan begitu selesai desahan Agus itu terdengar, sedetik kemudian tubuh pria itu mengejang lagi dan dari ujung kejantanannya kembali menyembur sperma kental yang membasahi relung kemaluan Anita. Agus lalu ambruk diatas tubuh Anita yang kala itu masih memegang HPnya menerima telepon dari Frans.

“Halo Nit. Tadi suara apa?” tanya Frans lagi. Anita kembali meneteskan air matanya yang sudah mulai mengering. Dia lalu memutuskan panggilan telepon itu dan mematikan HP miliknya itu. Dia kembali dalam kesadarannya sambil merasakan perih di liang kemaluannya dimana penis Agus masih bersarang didalamnya, dia menatap wajah dan tubuh pria yang kala itu masih tengkurap menindih tubuh telanjangnya. Dia masih tak percaya kalau dia mampu melakukan ini semua.
Tangannya lalu meraba kearah bibir vaginanya yang sekarang sudah berubah bentuknya seiring dengan lesakan tonggak terlarang milik pria yang notabene berukuran besar dan panjang. Dia melihat cairan merah darah, darah keperawanannya ketika selaput daranya robek oleh sodokan penis Agus, bercampur dengan cairan putih kental yang lengket hasil orgasme dari pria yang masih menindihnya itu. Dia tidak dapat berpikir apakah dia nanti akan hamil oleh benih pria ini atau tidak. Dia hanya berdoa dan berharap agar dia tidak hamil.
“Nit. Aku menyukaimu. Kalau kamu sampai hamil aku bakal bertanggung jawab Nit.” Ucap Agus menenangkan. Pria itu sejujurnya berharap agar upaya itu berhasil menenangkan hati Anita dan merebut hatinya namun dia tidak tahu bahwa Anita sangat mencintai kekasihnya. Walaupun gadis itu terlambat menyadari sebesar apa cintanya pada Frans, tetapi kala dia menyadarinya itu semua sudah terlambat, dia sudah mengkhianati cinta mereka berdua.
Jauh di Surabaya, Frans tidak dapat tidur memikirkan Anita. Dia khawatir kalau gadis itu masih marah padanya. Dia juga menyesal bahwa dia telah bertengkar dengan Anita. Dia bahkan menulis SMS kepada Anita bahwa dia akan segera mencari kerja baru di kota yang sama dengan kota dimana Anita bekerja sehingga mereka lebih sering bertemu.

Seandainya saja Anita membaca SMS itu segera setelah SMS itu masuk mungkin cerita hidupnya bakalan lain. Ahhh…. seandainya saja…

Senin, 23 April 2018

Pacar Temanku Menggodaku

CERITAHOT | Kejadian ini berawal sekitar bulan September 1999 yang lalu. Tanggal berapa tepatnya aku sudah lupa. Aku mempunyai seorang teman yang sangat dekat denganku, sebut saja namanya Heri. Aku dan Heri sama-sama kuliah di kota Y pada sebuah universitas swasta yang sama pula. Karena kami satu kampus, maka kami sering bertemu baik waktu kuliah maupun di luar lingkungan kampus.

Begitu akrabnya kami sampai urusan mencari cewek pun kami sering pergi berdua. Hingga suatu saat Heri bener-bener jatuh cinta dengan seorang gadis yang juga kuliah di salah satu akademi di kota Y juga, hubungan kami jadi agak renggang. Entahlah sejak berpacaran dengan Erika, nama pacarnya Heri itu, Heri begitu cemburuan.

Memang harus kuakui kalau Erika memang termasuk cantik. Disamping itu Erika memang terlalu cantik untuk ukuran temanku, Heri itu. Padahal kalau menurutku sih adalah hal yang biasa kalau cowok jelek pacarnya cantik. Kuharap temen-temen pembaca juga setuju.

Kukatakan Erika cantik bukanlah penilaianku secara subjektif. Teman-temanku yang lain juga bilang begitu. Bagi kaum lelaki yang memandang mata Erika boleh jadi langsung birahi. Percaya atau tidak mata Erika begitu sayu seolah-olah minta digituin ditambah lagi dengan bibirnya yang seksi dan suka digigit-gigit kalau Erika sedang gemes.

Tapi memang Erika cewek matre. Dasarnya aku berkata demikian karena sebelum pacaran dengan Heri, Erika punya pacar yang jauh lebih ganteng dari temanku, Heri. Erika juga pernah bilang kepadaku kalau lebih baik cowok nggak usah ganteng tapi kaya dibanding cowok ganteng tapi kere. Nah, lho..

Pagi itu aku kebetulan ada perlu sama Heri mengenai masalah kuliah. Aku mengendarai sepeda motor menuju kost Heri yang jaraknya kira-kira 2 km dari kontrakanku. Sesampainya di kost Heri, aku melihat garasi tempat mobil Heri biasa diparkir dalam keadaan kosong yang menandakan Heri sedang keluar. Namun aku tidak mengurungkan niatku untuk bertemu dengan Heri.

Setelah aku memarkir sepeda motor teman yang kupinjam, aku masuk menuju ruang tamu yang pada saat itu pintunya dalam keadaan terbuka langsung menuju ke kamar Heri. Di dalam rumah itu ada 4 kamar dan kamar Heri yang paling pojok. Masing-masing kamar kelihatan tertutup pertanda tidak ada kehidupan di dalam rumah itu.

Aku ingin menulis pesan di pintu kamar Heri karena memang aku sangat perlu dengannya. Samar-samar terdengar suara televisi dari dalam kamar Heri pertanda ada seseorang di dalam kamarnya. Aku memastikan kalau yang di dalam kamar itu adalah Erika, pacar Heri. Aku mengetuk pintu perlahan sambil memanggil nama temanku. Tidak beberapa lama kemudian pintu dibuka kira-kira sekepalan tangan dan kulihat wajah Erika nongol dari celah pintu yang terbuka.

"Eh, Mas Doni.. Herinya kuliah Mas," jawabnya sebelum aku bertanya. Entah mengapa pikiranku jadi negatif ketika menatap mata Erika yang sayu itu. Aku sambil tersenyum menatapnya.
"Jam berapa pulangnya, Ka?" tanyaku sekedar berbasa-basi.

"Mungkin jam 2 nanti, tapi mungkin bisa lebih lama, soalnya Heri sering molor sih waktunya,"´ jawabnya agak kesal.

Saat itu kira-kira jam 10 pagi berarti Heri pulang kira-kira 4 atau 5 jam lagi, pikirku nakal.

Aku mencoba mencari bahan pembicaraan yang kira-kira bisa memperpanjang obrolan kami agar aku bisa lebih dekat dengannya. Agak lama aku terdiam. Aku memandang matanya, bibirnya yang basah. Bibirnya yang dipoles warna merah menambah sensual bibirnya. Semakin lama aku melihatnya semakin aku terangsang. Sungguh, jantungku deg-degan saat itu.Mata Erika tidak berkedip sekejap pun membalas tatapan mataku.

"Anak-anak ke mana semua, Ka?" tanyaku menanyakan anak-anak kost yang lain setelah agak lama kami terdiam.

"Mas Doni mau cari Heri atau.." kata-katanya terputus tapi aku bisa menerjemahkan kelanjutan kalimatnya dari senyuman di bibirnya.

Akhirnya aku memutuskan untuk to the point aja.
"Aku juga pengen ketemu denganmu, Ka!" jawabku berpura-pura.
Dia tertawa pelan, "Mas Doni kenapa, sih?" Dia memandangku.
"Boleh aku masuk, Ka? Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu," jawabku lagi.
"Sebentar, ya Mas Don, kamarnya berantakan!"

Erika lalu menutup pintu di depanku. Tidak beberapa lama berselang pintu terbuka kembali lalu dia mempersilakan aku masuk ke dalam kamar. Aku duduk di atas kasur yang digelar di atas lantai. Erika masih sibuk membereskan pakaian-pakaian yang bertebaran di atas sandaran kursi belajar. Aku menatap tubuh Erika yang membelakangiku.

Saat itu dia mengenakan kaos ketat warna kuning yang memperlihatkan pangkal lengannya yang mulus. Aku memandang pinggulnya yang ditutup oleh celana pendek. Tungkainya panjang serta pahanya bulat dan mulus. Kemaluanku jadi tegang memandang semuanya ditambah khayalanku seandainya aku membelai-belai kedua pangkal pahanya.

Kemudian Erika duduk di sampingku. Lututnya ditekuk sehingga celananya agak naik ke atas membuat pahanya semakin terpampang lebar. Kali ini tanpa malu-malu aku menatapnya dengan sepengetahuan Erika. Dia mencoba menarik turun agak ke bawah ujung celananya untuk menutupi pahanya yang sedang kunikmati.

"Mas Doni mau bicara apa, sih?" katanya tiba-tiba.

Saat itu otakku berpikir cepat, aku takut kalau sebenarnya aku tidak punya bahan pembicaraan yang berarti dengannya. Soalnya dalam pikiranku saat itu cuma khayalan-khayalan untuk bersetubuh dengannya.

Pacar Temanku Menggodaku kakak dewa


"Mmm.. Ka.. aku beberapa hari ini sering bermimpi," kataku berbohong. Entah dari mana aku mendapatkan kalimat itu, aku sendiri tidak tahu tetapi aku merasa agak tenang dengan pernyataan itu.
"Mimpi tentang apa, Mas?" Kelihatannya dia begitu serius menangapiku dilihat dari caranya memandangku.

"Tentang kamu, Ka," jawabku pelan.

Bukannya terkejut, malah sebaliknya dia tertawa mendengar bualanku. Sampai-sampai Erika menutup mulutnya agar suara tawanya tidak terdengar terlalu keras.

"Emangnya Mas Doni mimpi apa sama aku?" tanyanya penasaran.
"Ya.. biasalah, kamu juga pasti tahu," jawabku sambil tertunduk.

Tiba-tiba dia memegang tanganku. Aku benar-benar terkejut lalu menolehnya.

"Mas Doni ini ada-ada saja, Mas Doni kan sudah punya pacar, lagian aku juga kan sudah punya pacar, masa masih mau mimpi-mimpiin orang lain?"
"Makanya aku juga bingung, Ka. Lagian kalaupun bisa aku sebenarnya nggak ingin bermimpi tentang kamu, Ka," jawabku.

Kami sama-sama terdiam. Kuremas jemari tangannya lalu perlahan kuangkat menuju bibirku. Dia memperhatikanku pada saat aku melabuhkan ciuman mesra ke punggung tangannya. Aku menggeser posisi dudukku agar lebih dekat dengan tubuhnya. Aku memandangi wajahnya.

Mata kami berpandangan. Wajahku perlahan mendekati wajahnya, mencari bibirnya, semakin dekat dan tiba-tiba wajahnya berpaling sehingga mulutku bendarat di pipinya yang mulus. Kedua tanganku kini bergerak aktif memeluk tubuhnya.

Tangan kananku menggapai dagunya lalu mengarahkan wajahnya berhadapan dengan wajahku. Kuraup mulutnya seketika dengan mulutku. Erika menggeliat pelan sambil menyebutkan namaku.

"Mas Don, cukup Mas!" tangannya mencoba mendorong dadaku untuk menghentikan kegiatanku.
Aku menghentikan aksiku lalu pura-pura meminta maaf kepadanya.

"Maafin aku, Ka.. aku nggak sanggup lagi jika setiap malam memimpikan dirimu."
Aku pura-pura menunduk lagi seolah-olah menyesali perbuatanku.

"Aku mengerti Mas Don, Aku juga nggak bisa menyalahkan Mas Doni karena mimpi itu."
Aku menatap wajahnya lagi. Ada semacam kesedihan di wajahnya hanya saja aku tak tahu apa penyebabnya. Pipinya masih kelihatan memerah bekas cumbuanku tadi.

"Aku juga ingin membantu Mas Doni agar tidak terlalu memikirkanku, tapi.."´ kalimatnya terputus. Dalam hati aku tersenyum dengan kalimat ingin membantu yang diucapkannya.

"Ka, aku cuma ingin pergi berdua denganmu, sekali saja.. agar aku bener-bener bisa melupakanmu," kataku memohon.

"Kita kan sama-sama sudah punya pacar, Mas Don, nanti kalau ketahuan gimana?"
Nah, kalau sudah sampai disini aku merasa mendapat angin. Kesimpulannya dia mau asal jangan sampai ketahuan sama pacarnya. Batinku tertawa penuh kemenangan.

"Seandainya ketahuan aku akan bertanggung jawab, Ka" setelah itu aku memeluknya lagi. Dan kali ini dia benar-benar pasrah dalam pelukanku. Malah tangannya ikut membalas memeluk tubuhku. Telapak tanganku perlahan mengelus punggungnya dengan mesra sementara bibirku tidak tinggal diam menciumi pipi lalu turun ke lehernya yang jenjang.

Erika mendesah. Kuciumi kulitnya dengan penuh nafsu. Mulutku meraup bibirnya. Erika diam saja. Kulumat bibirnya lalu kujulurkan lidahku perlahan seiring mulutnya mempersilakan lidahku untuk menjelajah rongga mulutnya. Nafasnya mulai tidak teratur ketika lidahku memilin lidahnya.

Kesempatan ini kugunakan untuk membelai buah dadanya. Perlahan telapak tanganku kutarik dari punggungnya melalui ketiaknya. Tanpa berhenti membelai telapak tanganku kini sudah berada pada sisi buah dadanya. Aku benar-benar berahi saat itu. Apalagi aku sudah sering membayangkan kesempatan seperti saat ini bersamanya.

Kini telapak tanganku sudah berada di atas gundukan daging di atas dadanya. Besar juga pikirku, kalau tidak salah dari kebiasaan tanganku menggenggam payudara cewekku mencoba menduga-duga payudaranya ukuran 34. Tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, justru yang seperti ini yang paling nikmat.

Pada saat tanganku mulai meremas buah dadanya yang sebelah kanan tangan Erika mencoba menahan aksiku. Payudaranya masih kencang dan padat membuatku semakin bernafsu untuk meremas-remasnya.

"Mas Don, jangan sekarang Mas.."
"Aku takut.." katanya berulang kali.

Aku juga merasa tindakanku saat itu betul-betul nekat, apalagi pintu kamar masih terbuka setengah. Jangan-jangan ada anak kost lain yang melihat perbuatan kami. Wah, bisa gawat jadinya.

Aku akhirnya berdiri dari tempat dudukku untuk menenangkan suasana. Soalnya bagaimanapun juga Erika sudah bisa kunikmati, tinggal menunggu waktu yang tepat. Lagian aku bukanlah tipe laki-laki yang suka terburu-buru dalam berbagai hal, khususnya dalam masalah seks.

Aku kini duduk di kursi menghadap Erika sedangkan Erika masih di atas kasur sambil memperbaiki rambut dan kaosnya kuningnya yang agak kusut.

"Mas Doni mau ngajakku ke mana, sih," Erika menatap wajahku.
"Pokoknya tempat di mana tidak ada orang yang bisa mengganggu ketenangan kita, Ka," jawabku sambil memandang permukaan dadanya yang baru saja kuremas-remas.

Erika duduk sambil bersandar dengan kedua tangan di belakang untuk menahan tubuhnya. Payudaranya jadi kelihatan menonjol. Aku memandang nakal ke arah buah dadanya sambil tersenyum. Kakinya diluruskan hingga menyentuh telapak kakiku.

"Tapi kalau ketahuan.. Mas Doni yang tanggung jawab, ya" katanya mencoba menuntut pernjelasanku lagi. Aku mengangguk.
"Terus kapan jalan-jalannya, Mas Don?" "Gimana kalo besok sore jam 4?" tanyaku.
"Ketemu di mana?" tanyanya penasaran.
"Kamu telepon aku dari wartel lalu aku akan menjemputmu di wartel itu, gimana?" tanyaku lagi.
Dia tersenyum menatapku, "Wah, Mas Doni ternyata pintar banget untuk urusan begituan."

Aku tertawa.
"Tapi aku nggak mau kalau Mas Doni nidurin aku," tegasnya.

Aku terkejut namun pura-pura mengiyakan, soalnya tadi aku merasa besok aku sudah bisa menikmati kehangatan tubuh Erika. Makanya besok sengaja aku memilih waktu sore hari karena aku ingin mengajaknya menginap.

Namun aku diam saja, yang penting dia sudah mau aku ajak pergi, tinggal penyelesaiannya saja. Lagian ngapain dia mesti minta tanggung jawab seandainya aku tidak berbuat apa-apa dengannya, pikirku lagi. Ah, lihat besok sajalah.

Akhirnya aku mesti pulang ke rumah, di samping memang Erika juga menyuruhku segera pulang karena dia juga takut kalau tiba-tiba Heri memergoki kami sedang berdua di kamar. Namun sebelum pulang aku masih sempat menikmati bibir Erika sekali lagi waktu berdiri di samping pintu.

Aku malah sempat menekan tubuh Erika hingga punggungnya bersandar di dinding. Kesempatan ini kugunakan untuk menekan kejantananku yang sedari tadi butuh penyaluran ke selangkangannya. Tetapi hal itu tidak berlangsung lama karena situasinya memang tidak memungkinkan.

Di rumah aku gelisah terus. Kemaluanku tegang terus membayangkan apa yang telah dan bakal aku lakukan terhadap Erika. Akhirnya sore itu aku menjemput pacarku Era untuk melampiaskan nafsuku yang sudah tidak terkendali lagi. Bersama Era aku mencoba berfantasi sedang bersetubuh dengan Erika. Untung saja Era tidak tahu kalau sebenarnya aku sedang membayangkan Erika karena pada saat orgasme mulutku mengerang memanggil nama Erika.

Besoknya, aku merasa waktu begitu lama berjalan. Hingga tiba jam 4 sore aku menanti telepon dari Erika. Aku mulai gelisah ketika 15 menit berlalu Erika belum menelepon juga. Aku mulai menghitung detik-detik yang berlalu hingga hampir setengah jam, namun tiba-tiba.

Teleponku berbunyi. Seketika aku berlari menuju ruangan telepon. Dari seberang sana aku mendengar suara Erika yang kunanti-nantikan. Erika meminta maaf sebelumnya dan menyuruhku untuk menjemputnya di wartel dekat pertigaan menuju kampusku. Aku langsung menyambar kunci mobil lalu bergegas menuju wartel tempat di mana Erika sedang menungguku.

Aku memarkir mobil di depan wartel itu, dan tak lama berselang kulihat Erika dengan memakai kaos ketat warna orange bertuliskan Mickey Mouse di bagian dadanya serta celana jeans warna abu-abu. Erika langsung naik ke atas mobil setelah memastikan tidak ada orang lain yang mengenalnya di tempat itu.

Aku tersenyum memandangnya. Erika kelihatan begitu cantik hari ini. Bibirnya hari ini dipoles warna silver, bikin jantung ini semakin deg-degan. Segera kutancap gas menuju arah KG yang berhawa sejuk kira-kira 30 km dari kota Y.

Selama di perjalanan aku dan Erika bercerita tentang Heri dan Era, pacarku. Sampai di KG aku mengajak Erika makan pada sebuah rumah makan yang nuansa romantisnya sangat terasa. Aku tanpa canggung lagi memeluk pinggang Erika pada saat kami memasuki rumah makan tersebut. Erika juga melingkarkan tangannya di pinggangku.

Setelah memesan makanan dan minuman aku memeluknya lagi. Tanganku bergerilya di sekitar pinggangnya yang terbuka. Suasana lesehan yang ruangan yang dibagi-bagi beberapa tempat di rumah makan itu membuat aku bisa bertindak leluasa kepada Erika.

"Tadi malam mimpi lagi, nggak?" tanyanya.
"Nggak, tapi aku sempat membayangkanmu waktu aku lagi main sama Era," jawabku tanpa malu-malu.

Erika tertawa, sambil tangannya mencubit pinggangku. Hari sudah agak malam ketika kami meninggalkan tempat itu. Setelah berputar-putar di sekitar lokasi pegunungan, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa sebuah kamar pada sebuah penginapan. Semula Erika menolak soalnya dia takut kalau kami tidak bisa menahan diri. Aku akhirnya meyakinkan Erika bahwa sebenarnya aku cuma ingin berdua saja dengannya, sambil memeluk tubuhnya, itu saja.

Akhirnya Erika mengalah. Dalam kamar penginapan itu Erika tampak jadi pendiam. Dia duduk di atas kursi sementara aku di atas tempat tidur. Aku mencoba menghiburnya dengan bertanya tentang kuliah serta keluarganya termasuk hubungannya dengan Heri. Selama aku bertanya dia cuma menjawab ya dan tidak, cuma itu yang keluar dari mulutnya.

"Mas Doni pasti menganggap aku cewek murahan, ya kan?" akhirnya dia berbicara juga jadinya.

Ternyata Erika masih belum bisa menerima perlakuanku dengan membawanya ke dalam penginapan ini. Namun aku tidak menyesal karena dalam pikiranku sebenarnya dia sudah tahu apa yang bakalan terjadi sejak kejadian kemarin pagi di kamar Heri. Tinggal bagaimana caranya aku menyeretnya ke atas ranjang tanpa ada pemaksaan sedikitpun.

"Ka, aku sudah bilang sejak kemarin kalau aku ingin berduaan saja bersamamu, memelukmu tanpa ada rasa takut, dan kurasa di sinilah tempatnya," jawabku mencoba memberikan pengertian kepadanya.

"Tapi apa Mas Doni sanggup untuk tidak melakukannya?" Erika menatapku tajam.
"Kalau kamu gimana?" aku malah balik bertanya.
"Aku tanya Mas Doni, kok malah balik nanya ke aku?" tanyanya agak ketus.
"Aku sanggup, Ka" tegasku.

Akhirnya dia tersenyum juga. Erika lalu berjalan ke arahku menuju tempat tidur lalu duduk di sampingku. Aku lalu merangkul tubuhnya lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur.
"Janji ya, Mas Don!" ujarnya lagi. Aku mengangguk.

Aku kini memeluk tubuh Erika dengan posisi menyamping sedang Erika menghadap langit-langit kamar. Kucium pipinya sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. Matanya terpejam seolah menikmati usapan tanganku.

Kupandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang mancung lalu bibirnya. Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami berdua menjadi tidak beraturan.

Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi dan lagi. Tangan kiriku yang bebas untuk melakukan sesuatu terhadap Erika kini mulai kuaktifkan. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku sehingga jempolku bisa menggapai permukaan dadanya sambil membelai pangkal lengannya.

Bibirku kini turun menyapu batang lehernya seiring telapak tanganku meraup buah dadanya. Erika menggeliat bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulutnya di saat lidahku menjulur menikmati batang lehernya yang jenjang.

"Mas Don, jangan..!" Erika mencoba menarik telapak tanganku yang kini sedang meremas-remas buah dadanya. Aku tidak peduli lagi. Lagian dia juga tampaknya tidak sungguh-sungguh untuk melarangku. Hanya mulutnya yang melarang sedang tangannya cuma memegang pergelangan tanganku sambil membiarkan telapak tanganku terus mengelus dan meremas buah dadanya yang montok membusung.

Suasana alam pegunungan yang dingin saat ini sangat kontras dengan keadaan di dalam kamar tempat kami bergumul. Aku dan Erika mulai kegerahan. Aku akhirnya membuka kaosku sehingga bertelanjang dada.

"Ka, aku ingin melihat buah dadamu, Sayang.." ujarku sambil mengusap bagian puncak payudaranya yang menonjol. Dia menatapku.

Mestinya aku tidak perlu memohon kepadanya karena saat itupun aku sudah membelai dan meremas-remas buah dadanya, tapi entah kenapa aku lebih suka jika Erika membuka kaosnya sendiri untukku. "Tapi janji Mas Don ya, cuma yang ini aja," katanya lagi. Aku cuma mengangguk, padahal aku tidak tahu apa yang mesti kujanjikan lagi.

Erika akhirnya membuka kaos ketat warna orange-nya di depanku. Aku terkagum-kagum menatap gundukan daging di dadanya yang tertutup oleh BH berwarna hitam. Payudara itu begitu membusung, menantang.

Buah dada Erika naik turun seiring dengan desah nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Erika membuka pengait BH-nya di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Erika ketika dia mencoba untuk menurunkan tali BH-nya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan BH-nya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu membuat payudaranya semakin menantang. Payudaranya sangat montok sama seperti yang selama ini kubayangkan.

"Buah dadamu bagus, Ka" aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya. "Pantes si Heri jadi tergila-gila sama Erika," pikirku.

Perlahan aku menarik turun cup BH-nya. Mata Erika terpejam. Perhatianku terfokus ke puting susunya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar sedang ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap putingnya lalu kupilin dengan jemariku. Erika mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi buah dadanya.

"Egkhh.." rintih Erika ketika mulutku melumat puting susunya. Kupermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit putingnya lalu kuisap kuat-kuat sehingga membuat Erika menarik rambutku. Puas menikmati buah dada yang sebelah kiri, aku mencium buah dada Erika yang satunya yang belum sempat kunikmati. Rintihan-rintihan dan desahan kenikmatan silih berganti keluar dari mulut Erika. Sambil menciumi buah dada Erika, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah di bawah perut Erika.

Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba bagian kewanitaannya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Erika. Aku secara tiba-tiba menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping ranjang.

Erika tertegun sejenak memandangku, lalu matanya terpejam kembali ketika aku membuka jeans warna hitam yang kukenakan. Sengaja aku membiarkan lampu yang menyala terang agar aku bisa melihat secara jelas detil dari setiap inci tubuh Erika yang selama ini sering kujadikan fantasi seksku.

Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Erika yang tergolek di ranjang, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih membuat mataku tak jemu memandang. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakainya telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna.

kakak dewa Pacar Temanku Menggodaku


Puas memandang tubuh Erika, aku lalu membaringkan tubuhku di sampingnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Erika. Kubelai lagi buah dadanya. Kucium bibirnya sambil kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Erika menelannya. Tanganku turun ke bagian perut lalu menerobos masuk melalui pinggang celana jeans Erika yang memang agak longgar. Jemariku bergerak lincah mengusap dan membelai selangkangan Erika yang masih tertutup celana dalamnya.

Erika menahan tanganku ketika jari tengah tanganku membelai permukaan celana dalamnya tepat diatas kemaluannya, basah. Aku terus mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Erika. Pinggul Erika perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk menetralisir ketegangan yang dialaminya.

"Mas Don, nanti kita terlalu jauh, Mas.." ujarnya perlahan sambil menatap sayu ke arahku. Melihat matanya yang sayu ditambah dengan rangsangan yang dialami Erika menambah redup bola matanya. Swear, aku semakin bernafsu melihatnya. Aku menggeleng lalu tersenyum. Dibilang begitu aku malah menyuruh Erika untuk membuka celana jeans yang dipakainya.

Tangan kanan Erika berhenti pada permukaan kancing celananya. Kelihatannya dia ragu-ragu. Aku lalu berbisik mesra ke telinganya kalau aku ingin memeluknya dalam keadaan telanjang seperti yang selama ini aku mimpikan. Erika lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeans-nya.

Celana dalam hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga rambut-rambut keriting yang tumbuh di sekitar kemaluannya hampir sebagian keluar dari pinggir celana dalamnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Erika. Pinggulnya agak dinaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Erika. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan celana dalam. Tubuhnya semakin seksi saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal.

Erika menarik selimut untuk menutupi permukaan tubuhnya. Aku beringsut masuk ke dalam selimut lalu memeluk tubuh Erika. Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh batang kejantananku. Dia terkejut mendapatkan kemaluanku yang tanpa penutup lagi. Memang sebelum masuk ke dalam selimut, aku sempat melepaskan celana dalamku tanpa sepengetahuan Erika. Aku tersenyum. "Oh.." Erika semakin kaget ketika tangannya menyentuh kemaluanku yang tegang.

"Kenapa, Ka?" tanyaku pura-pura tidak mengerti. Padahal aku tahu dia pasti terkejut karena merasakan kejantananku yang kokoh. Erika tersenyum malu. Kemaluanku yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemuk membuat Erika malu tapi mau, ditambah takut, mungkin. Erika mulai berani membelai dan menggenggam kejantananku. Belaiannya begitu mantap menandakan Erika juga begitu piawai dalam urusan yang satu ini.

"Tangan kamu pintar juga ya, Ka,"´ ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok senjataku.
"Ya, mesti dong!" jawabnya sambil cekikikan.

"Mas Doni sama Era satu minggu bisa main berapa kali, Mas?" tanyanya sambil terus mengurut-urut batang zakarku.
"Setiap ketemu pasti main, kalau kamu sama Heri?" aku malah balik bertanya.

Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba semakin liar namun aku tetap bertahan untuk sementara waktu sebelum menyetubuhinya. Erika akhirnya bercerita kalau Heri ternyata suka main perempuan, padahal bukankah sudah ada dirinya? Mau berapa kali Heri meminta, Erika pasti melayaninya.

Akhirnya aku jelaskan kalau cowok memang begitu. Sudah dari sononya. Sama seperti aku, kenapa masih menginginkan Erika padahal Era siap melayaniku setiap waktu. Sambil memberikan perjelasan begitu jari-jariku yang nakal masuk dari samping celana dalam langsung menyentuh bukit kemaluan Erika yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai klitorisnya sehingga Erika keenakan.

"Kamu biasa ngisep nggak, Ka?" tanyaku tanpa malu-malu lagi. Erika tertawa sambil mencubit batang kemaluanku. Aku meringis.
"Kalo punya Mas Doni mana bisa?" ujarnya.
"Kenapa memangnya?" tanyaku penasaran.

"Nggak muat di mulutku," selesai berkata demikian Erika langsung tertawa kecil.
"Kalau yang dibawah, gimana?" tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam lubang kemaluannya.

Erika merintih sambil menahan tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang senggamanya. Aku merasakan liang kewanitaannya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat sekali kalau kemaluanku yang diurut, pikirku. Matanya memandang tajam ke arahku.


Kenapa, sayang?" aku bertanya sambil menarik tanganku dari liang kewanitaannya. Aku tahu dia marah. Tapi kenapa? Ini anak, kok aneh banget, jual mahal lagi, pikirku. Atau dia ingat Heri lalu merasa bersalah? Terus ngapain dia mau kucumbuin sejak kemarin?

"Mas Doni kan sudah janji untuk tidak melakukannya, kan?" tiba-tiba Erika berbicara. Aku terdiam.
"Aku tadi nggak mau kita masuk ke penginapan, karena aku takut kita nggak bisa menahan keinginan untuk melakukannya, Mas Don," tambahnya memberikan pengarahan kepadaku.

"Bagaimanapun juga khusus untuk yang satu ini tidak dapat aku berikan buat Mas Doni. Bukan hanya Mas Doni, aku juga sebenarnya sudah nggak tahan. Aku nggak munafik, Mas Don. Tapi. kumohon Mas Doni mau mengerti sampai saatnya aku benar-benar siap," sambil berkata demikian Erika mencium keningku.

Aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Dalam posisi yang sudah sama-sama telanjang kecuali Erika yang masih mengenakan celana dalamnya, berdua di dalam sebuah kamar lagi dapat dibayangkan apa sebenarnya yang bakal terjadi. Tetapi kali ini tidaklah demikian. Bayanganku tentang kenikmatan saat bersetubuh dengan Erika sirna sudah, atau setidaknya tidak dapat kurasakan saat ini. Tapi sampai kapan? Aku jadi berpikiran untuk memaksanya saja tetapi hal itu bertentangan dengan hati nuraniku. Akhirnya aku cuma bisa pasrah dan diam.

Kemaluanku yang tadi kurasakan tegang tiba-tiba jadi lemas dalam genggaman Erika. Erika meminta maaf kepadaku menyadari kalau aku kecewa dengan pernyataannya. Merasa aku sudah tak mungkin bisa untuk melanjutkan permainan lagi aku akhirnya meminta ijin kepada Erika untuk mandi. Sungguh aku kecewa sekali.

Di kamar mandi lama aku terdiam. Aku memandang tubuhku di depan cermin. Kemudian kuguyur tubuhku dengan air yang mengalir dari shower di atas kepalaku. Aku ingin mendinginkan suhu tubuhku. Tiba-tiba aku merasakan tubuh yang memelukku dari belakang. Aku terkejut namun cuma sesaat setelah menyadari Erika di belakangku. Dia tersenyum memandangku. Eh, lagi-lagi sungguh aku masih kesel nih, gumamku. Tapi aku mencoba membalas senyumannya. "Aku ingin mandi bersama Mas Doni," pintanya manja.

Kutarik tubuhnya untuk berhadapan denganku. Masih di bawah guyuran air yang mengalir dari shower aku menangkap lengannya lalu memandang tajam ke arahnya. Berulang kali tangannya mencoba mengusap wajahnya dari guyuran air. Rambutnya yang basah menambah seksi wajahnya.

Perlahan tanganku menangkap buah dadanya dan meremasnya kuat. Erika meringis. Bukannya melarang, Erika malah mengambil sabun lalu menyabuni tubuhku. Mula-mula dada, punggung lalu menuju kemaluanku. Aku merasa aneh atas sikapnya yang berubah-ubah dan suka menggoda.

Diusapnya lembut batang kemaluanku yang sedikit demi sedikit mulai mengeras kembali. Tangannya yang penuh busa sabun begitu kreatif mengocok batang kejantananku sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, kubalas menyabuni sekujur tubuh Erika.

Aku mengikuti setiap gerakan yang dibuatnya terhadap tubuhku lalu kupraktekkan kepadanya. Aku membalikkan tubuh Erika membelakangiku. Sengaja kubiarkan tubuhnya di depanku agar aku dapat melihat bagian depan tubuhnya pada permukaan cermin di depannya.

Aku melihat wajah Erika pada permukaan cermin, Mata kami beradu pandang sementara tanganku membelai-belai buah dadanya yang montok. Kupermainkan puncak payudaranya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba bulu-bulu lebat di sekitar liang kewanitaan Erika.

Dengan sedikit membungkukkan tubuh, kuraba permukaan liang kewanitaan Erika. Jari tengahku mempermainkan klitorisnya yang mengeras terkena siraman air. Batang kemaluanku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Erika, sementara liang kewanitaan Erika juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku yang mengobok-obok kemaluan Erika.

Aku membalikkan tubuh Erika kembali sehingga berhadap-hadapan denganku. Kupeluk tubuh Erika sehingga batang kemaluanku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Erika membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku.

Kedua telapak tanganku meraih pantat Erika, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu kuangkat agak ke atas agar batang kemaluanku tepat mengenai liang kewanitaannya. Kaki Erika kini tak lagi menyentuh permukaan lantai kamar mandi. Kaki Erika dengan sendirinya mengangkang ketika aku mengangkat pantatnya.

Meski agak susah namun aku tetap berusaha agar batang kemaluanku bisa masuk merasakan jepitan liang kewanitaan Erika. Kurasakan kepala batang kemaluanku sudah menyentuh bibir liang kewanitaan Erika. Kutekan perlahan seiring menarik pantatnya ke tubuhku. Erika menggeliat. Aku merasa kesulitan untuk memasukkan batang batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaan Erika berhubung karena kelaminku yang terus-terusan basah terkena air shower.

Kuangkat tubuh Erika ke luar dari kamar mandi. Bagaimanapun juga aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, apalagi Erika hanya diam saja ketika aku berusaha menyusupkan batang kemaluanku ke liang senggamanya. Erika melingkarkan kedua kakinya di pinggangku pada saat aku membawanya menuju tempat tidur.

Kubaringkan tubuhnya di atas kasur menyusul tubuhku di atasnya tanpa mempedulikan butiran-butiran air yang masih menempel di sekujur tubuh kami hingga membasahi permukaan kasur. Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat buah dadanya. Telapak tanganku terus membelai dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Erika.

Aku melebarkan kedua pahanya sambil mengarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluan Erika. Erika mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Aku menatap mata Erika penuh nafsu seakan memohon kepadanya untuk memasuki tubuhnya.

"Aku ingin mengentotmu, Ka" bisikku pelan, sementara kepala kemaluanku masih menempel di belahan liang kewanitaan Erika. Sengaja aku memilih kata mengentot agar kesan joroknya lebih terasa. Kata ini ternyata membuat wajah Erika memerah. Mungkin dia jarang mendengarnya padahal aku begitu sering mengungkapkannya kepada setiap wanita yang kusetubuhin. Kupastikan Erika malu mendengarnya.

Aku berhenti sesaat untuk menunggu jawaban darinya, sebab bagaimana pun aku tidak mau melakukannya tanpa persetujuan darinya. Aku bukan tipe cowok yang demikian. Bagiku seks adalah kesepakatan, sepakat berdasarkan kesadaran tanpa adanya unsur pemaksaan. Erika menatapku sendu lalu mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. Bukan main senangnyahatiku, akhirnya.. "yes!". Aku akan memperlakukannya dengan hati-hati sekali begitu dalam pikiranku.

Kini aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun batang kemaluanku yang perlahan menyusup ke dalam liang kewanitaan Erika. Terasa seret, memang, namun aku malah semakin menyukainya. Perlahan namun pasti batang kemaluanku membelah liang kewanitaannya yang ternyata begitu kencang menjepit batang kemaluanku. Liang kewanitaan Erika begitu licin hingga agak memudahkan batang kemaluanku untuk menyusup lebih ke dalam. Erika memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak kesakitan. Namun aku tak peduli.

"Mas Don, gede banget, ohh.." Erika menjerit lirih. Tangannya turun menangkap batang kemaluanku.
"Pelan Maas," ujarnya berulang kali, padahal aku merasa aku sudah melakukannya dengan begitu pelan dan hati-hati. Mungkin karena lubang kemaluannya baru kali ini dimasuki oleh batang kemaluan seperti milikku ini. Soalnya aku tahu pasti ukuran batang kemaluan Heri, pacar Erika tidaklah sebesar yang kumiliki. Makanya Erika agak kesakitan.

Akhirnya batang kemaluanku terbenam juga di dalam kewanitaan Erika. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding kewanitaan Erika. Denyutan itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Kulumat bibir Erika sambil perlahan-lahan menarik batang kemaluanku untuk selanjutnya kubenamkan lagi.

Aku menyuruh Erika membuka kelopak matanya. Erika menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati batang kemaluanku yang keluar masuk dari dalam kemaluannya.

"Aku suka memekmu, Kaa.. memekmu masih rapet, Sayang" ujarku sambil merintih keenakan. Sungguh, liang kewanitaan Erika enak sekali.

"Ihh.. Mas Doni ngomongnya vulgar banget," balasnya sambil tersipu malu lalu mencubit pinggangku.

"Tapi enak kan, Sayang?" tanyaku lalu dijawab Erika dengan anggukan kecil.

Aku menyuruh Erika untuk menggoyangkan pinggulnya. Erika langsung mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. "Suka batang kemaluanku, Ka?" tanyaku lagi. Erika hanya tersenyum. batang kemaluanku seperti diremas-remas ditambah jepitan liang senggamanya yang sepertinya punya kekuatan magis untuk menyedot batang kemaluanku. Pintar juga dia menggoyang, batinku.

"Ohh.. hh.." aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar-masukkan batang kemaluanku ke dalam liang senggama Erika. Kuperhatikan batang kemaluanku yang keluar masuk dari dalam liang senggamanya. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Erika semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Erika yang semakin tidak terkendali.

"Ka.. enak banget, sayang, kamu pintar, Sayang.." ucapku keenakan.
"Aku juga, Mas Don.." jawabnya mali-malu.

Erika merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya mengeluarkan kata, "aduh" yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan liang senggama Erika semakin berdenyut sebagai pertanda Erika akan mencapai puncak pendakiannya.

Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja.

Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Erika hampir mencapai orgasmenya. Kuremas buah dadanya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit puting susu Erika. Kuhisap dalam-dalam.

"Ohh.. hh.. Mas Donii.." jerit Erika panjang.

Aku membenamkan batang kemaluanku kuat-kuat ke liang senggamanya sampai mentok agar Erika mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara buah dadanya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. "Kaa.. aakuu.. keluaarr, Saayang.. Ohh.. hh.." jeritku.

Aku ingin menarik keluar batang kemaluanku dari dalam liang senggamaknya. Namun Erika masih merasakan orgasmenya sehingga pinggangku serasa dikunci oleh kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan cairan hangat dari batang kemaluanku. Kurasakan tubuhku bagai melayang terbang, tidak berbobot.

Aku tak sempat menarik keluar batang kemaluanku lagi karena secara spontan Erika juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Erika kuhisap kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram buah dada Erika. Kuraup semuanya sampai-sampai Erika kesakitan.

Aku tak peduli lagi. Spermaku akhirnya muncrat membasahi lubang sorganya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Erika pada saat aku mengalami orgasme.

Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Erika. Batang kemaluanku masih berada di dalam liang kenikmatan Erika. Erika mengusap-usap permukaan punggungku. "Kamu menyesal, Ka?" ujarku sambil mencium pipinya. Erika menggeleng pelan sambil membalas membelai rambutku. Aku tersenyum kepadanya. Erika membalas.

Kusandarkan kepalaku di dadanya. Jam telah menunjukkan pukul 17:00 dan aku mesti menjemput Era, kekasihku dan begitu pula dengan Erika yang mesti menemani Heri. Sebelum berpisah, kami berciuman untuk beberapa saat.